Akibat Perang Dagang, Amerika Serikat Terancam Resesi Ekonomi

Akibat Perang Dagang, Amerika Serikat Terancam Resesi Ekonomi

9 Agustus 2019
Ilustrasi bendera Amerika Serikat dan China.

Ilustrasi bendera Amerika Serikat dan China.

RIAU1.COM - Semakin gawat. Perang dagang Amerika Serikat (AS) - China akan mengakibatkan resesi ekonomi AS makin dekat, menurut hasil survei Reuters berdasarkan mayoritas pendapat para ekonom.

Hasil survei itu memperkirakan Federal Reserve akan menurunkan suku bunganya lagi pada September dan sekali lagi pada tahun depan.

Meskipun ada harapan untuk membaik, namun hasil jajak pendapat pada 6-8 Agustus memberikan angka median 45 persen untuk pendapat para ekonom AS yang menyatakan ekonomi akan tergelincir ke dalam resesi dalam dua tahun ke depan. 

 

Seperti dilansir bisnis.com, Jumat, 9 Agustus 2019, Angka itu naik dari 35 persen dalam jajak pendapat sebelumnya dan tertinggi sejak pertanyaan itu pertama kali ditanyakan pada Mei 2018.

Sebuah indikator pasar obligasi yang memantau secara ketat risiko resesi AS, menunjukkan peringatan paling keras sejak Maret 2007.

Indikator  tersebut menunjukkan kekhawatiran bahwa dampak dari pertempuran dagang antara dua ekonomi terbesar dunia itu akan mempercepat penurunan ekonomi global.

Pekan lalu, Presiden AS Donald Trump mengatakan akan mengenakan tarif 10 persen sebagai tambahan dari tarif senilai US$300 miliar yang dikenakan terhadap produk impor dari China mulai 1 September setelah Washington Senin (5/8/2019) menyebut China sebagai manipulator mata uang.

Loading...

Akan tetapi Beijing memperingatkan bahwa langkah itu akan "sangat merusak tatanan keuangan internasional dan menyebabkan kekacauan di pasar keuangan" selain menghambat pemulihan ekonomi global.

 

Hampir 70 persen ekonom menjawab pertanyaan tambahan yang mengatakan perkembangan terakhir telah membawa resesi AS berikutnya lebih dekat.

"Tentu saja, meningkatkan ketegangan perdagangan melalui tarif yang lebih tinggi dan akses terbatas ke pasar akan merusak, meningkatkan biaya, mengganggu rantai pasokan dan melemahkan profitabilitas perusahaan," tulis James Knightley, kepala ekonom internasional di ING sepert dikutip Reuters, Jumat (9/8/2019).

R1/Hee