Akibat Standar Pengamanan Tak Dijalankan, Seorang Hakim Diduga Dibunuh di Deli Serdang Sumut

Akibat Standar Pengamanan Tak Dijalankan, Seorang Hakim Diduga Dibunuh di Deli Serdang Sumut

30 November 2019
Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah. Foto: Antara.

Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah. Foto: Antara.

RIAU1.COM -Kematian Hakim Jamaluddin di Deli Serdang kemarin harus diambil hikmahnya. Agar, setiap orang yang berprofesi sebagai hakim lebih berhati-hati dalam menemui teman atau tamu-tamunya.

"Perlu ada standar pengamanan bagi hakim di Indonesia," kata Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat (Humas) Mahkamah Agung (MA) Abdullah dikutip dari Antara, Sabtu (30/11/2019).

Jenazah Jamaluddin ditemukan di sebuah jurang kawasan perkebunan kelapa sawit, Desa Suka Dame, Kutalimbari, Deli Serdang, Sumatera Utara, pada 29 November 2019. Hakim yang juga pejabat humas Pengadilan Negeri Medan, Sumatera Utara, itu ditemukan warga dalam posisi terbaring di jok belakang mobilnya, Toyota Land Cruiser Prado warna hitam, nomor polisi BK-77-HD, yang diduga merupakan korban pembunuhan.

Menurut Abdullah, kematian Hakim Jamaluddin mengingatkan bahwa profesi hakim memiliki risiko yang sangat besar.

"Terlebih banyak perkara yang ditangani hakim berkaitan dengan kejahatan luar biasa dan cenderung berjejaring, seperti perkara terorisme dan penyalahgunaan narkotika yang harus melawan bandar," ucapnya.

Kendati berisiko tinggi, tidak ada pengawalan oleh aparat berwenang kepada setiap hakim. Jangankan hakim fungsional, pejabat peradilan seperti ketua pengadilan saja sehari-harinya hanya didampingi seorang asisten pribadi. 

"Ketua MA-pun hanya didampingi asisten pribadi," ujarnya.

Abdullah mencontohkan di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, setiap hakim menerima tunjangan pengamanan dan sehari-hari dikawal oleh sedikitnya dua personel aparat kepolisian.

"Ketua MA di Amerika Serikat lebih banyak lagi personel yang mengawal," katanya.

Sebenarnya, standar pengamanan hakim di Indonesia dalam menjalankan tugas dan jabatannya telah diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Namun, implementasi dari UU tersebut tidak pernah dijalankan.