Siti Manggopoh, Pejuang Kemerdekaan Yang Namanya Tak Seharum RA Kartini

Siti Manggopoh, Pejuang Kemerdekaan Yang Namanya Tak Seharum RA Kartini

30 Januari 2020
 Ilustrasi patung Siti Manggopoh (Foto: Istimewa/internet)

Ilustrasi patung Siti Manggopoh (Foto: Istimewa/internet)

RIAU1.COM - Meskipun namanya tak setenar RA Kartini, Siti Manggopoh bagi kalangan warga Nagari Manggopoh Kabupaten Agam, Sumatera Barat begitu dikagumi.

Kiprahnya melawan penjajah Belanda tak perlu dipertanyakan. Akibat kebenciannya pada kompeni, Wanita yang akrab dipanggil Mande Siti ini dipenjarakan secara terpisah dengan suaminya Rasyid dinukil dari liputan6.com, Kamis, 30 Januari 2020.

Saat ditangkap di Lubuk Basung, Siti Manggopoh dipenjara selama 14 bulan, lalu dibawa ke penjara di Pariaman selama 16 bulan.

Ia kemudian dipindahkan ke penjara Kota Padang selama 12 bulan. Mande Siti meninggal 20 Agustus 1965. Kebenciannya pada kompeni dimulai saat daerahnya diperlakukan semena-mena oleh kolonial.

Peraturan Pajak di tanah Minangkabau pada awal Maret 1908, diganti menjadi Peraturan Tanam Paksa. Mande Siti tersulut amarah sebab merasa harga dirinya diinjak-injak, mengingat peraturan belasting ini mengenakan pajak tanah yang dimiliki secara turun-temurun.

Alhasil, pemberontakan rakyat yang dimulai dari Kamang hingga akhirnya merambah ke Manggopoh. Membuat Siti bersama dengan pemuda militan dari Manggopoh, membentuk badan perjuangan.

Dalam buku Perempuan-perempuan Pengukir Sejarah, Mulyono Atmosiswartoputra menceritakan pada 16 Juni 1908 Perang Manggopoh meletus.

Pertempuran terjadi dalam kegelapan. Para pejuang dan Mande Siti berhasil membunuh 53 dari 55 serdadu Belanda. Dua yang selamat berhasil kabur meminta pertolongan ke Bukittinggi.

Bala bantuan Belanda yang datang dengan cepat memporak-porandakan kampung Siti untuk membalas dendam. Warga dan pejuang banyak menjadi korban. Sementara Siti mencoba menyelamatkan diri bersama anak-anaknya.

Karena tak tega melihat rakyat Manggopoh menderita, dia memutuskan keluar dari persembunyian. Menyerahkan diri dengan syarat tak ada lagi rakyat yang disakiti.