
Ilustrasi/Shutterstock
RIAU1.COM - Asosiasi Muslim Pengusaha Haji Umrah Republik Indonesia (Amphuri) menyebut bahwa umrah mandiri resmi dilegalkan oleh negara berdasarkan aturan perundang-undangan. Ini setelah Amphuri menerima salinan UU PIHU (Penyelenggaraan Ibadah Umrah Haji) No 14 tahun 2025 sebagai pengganti UU No. 8 Tahun 2019.
"Pasal 86 ayat 1 huruf B mencantumkan legalisasi Umrah Mandiri yang di dalam UU Umrah Haji sebelumnya hanya bisa diselenggarakan melalui PPIU saja dan tidak pernah ada pasal Umrah Mandiri," ujar Sekjen Amphuri Zaky Zakariya, Rabu (22/10/2025) yang dimuat Republika.
Menurut Zaky, pasal tentang umrah mandiri yang dilegalkan ini kurang berpihak kepada ekosistem Umrah Haji berbasis keumatan. Karena, Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) atau travel umrah, selama ini menjalankan amanah yang berat yang dibebankan Pemerintah.
Yakni, diawasi 24 jam oleh Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kemenag sebagai pemantau disetiap pelanggaran yang mungkin terjadi. PPIU diwajibkan untuk sertifikasi, akreditasi, surveillance, menyimpan bank garansi sebagai jaminan, membayar pajak badan usaha, dan menciptakan lapangan kerja.
Zaky mengutip pernyataan Ketua Umum DPP Indonesia Congress and Convention Association (INCCA), Iqbal Alan Abdullah (anggota DPR RI 2009-2014) yang mengatakan
"Konsekuensi dari legalisasi umrah mandiri itu akan sangat merugikan, baik dari sisi perlindungan jamaah maupun ekonomi domestik. Secara ekonomi, ini bisa memicu pengangguran baru karena ada sekitar 4,2 juta pekerja yang bergantung pada sektor Haji dan Umrah," kata dia.
Menurut Zaky, sejak UU PIHU baru beredar, suasana batin PPIU dan PIHK (Penyelenggara Ibadah Haji Khusus) bergejolak di semua asosiasi. Zaky selaku penyelenggara PPIU tidak begitu khawatir dengan adanya umrah mandiri. karena umrah mandiri sedikit banyak sudah banyak terjadi sejak lama.
Namun yang dikhawatirkan adanya legalisasi umrah mandiri. Di mana, Indonesia perlu mengantisipasi pemain besar/holding besar/marketplace global, kalau legalisasi umrah mandiri disahkan mereka akan mulai masuk efeknya tidak hanya ekonomi berbasis keummatan yang hancur. Negara juga akan rugi dengan hilangnya potensi pendapatan TKDN (tingkat komponen dalam negeri) di sektor jasa yang selama ini pemerintah selalu gaungkan untuk ditingkatkan, menambah pengangguran, hilang pajak, dan lain-lain.
"Lalu apa artinya izin usaha yang kita miliki? Kenapa usaha pertambangan perlu izin? Karena yang tidak punya izin akan ditindak, begitu juga ekosistem umrah haji perlu izin semestinya yang tidak berizin juga ditindak, kalau tidak ditindak apa artinya kita perlu izin,"ujar dia.
Zaky berharap, keresahan pelaku usaha di dalam ekosistem umrah haji berbasis keumatan ini bisa didengar presiden. Karena sejak UU PIHU baru beredar pada 14 Oktober 2025 belum ada penjelasan dari Kementerian Haji Umrah RI mengenai penjabarannya.
"Kita masih berbaik sangka semoga penjabarannya tidak seperti yang kita duga, tinggal Kementerian Haji Umrah RI atau komisi 8 DPR RI menjelaskan, Karena dalam UU no 14 tahun 2025 umrah mandiri masih diikat dengan Penyedia layanan dan Sistem Informasi Kementerian," ujar Zaky.
"Kalau ini terjadi yah memang wassalam PPIU/PIHK, kita gak bisa bersaing dengan marketplace global yang strateginya bakar uang, modal besar yang bisa block hotel/tiket dengan series akan berat ke depannya," ujar Zaky.*