
Siswa keracunan MBG/Antara
RIAU1.COM - Kasus keracunan makan bergizi gratis (MBG) telah menembus lebih dari 5.000 anak di berbagai daerah dan telah ditetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB).
Kejadian ini terus menjadi perhatian publik, karena jumlah korban mencapai ribuan dan sejumlah anak harus dirawat inap akibat keracunan MBG yang dialami.
Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Dr. dr. Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A(K), menegaskan kasus keracunan MBG tidak boleh sampai menimbulkan korban lagi. Menurutnya, salah satu yang harus dievaluasi adalah standar operasional prosedur (SOP) pemberian MBG kepada siswa.
Hal ini disoroti lantaran sejumlah kepala daerah yang daerahnya mengalami keracunan MBG beralasan makanan telah dimasak sejak malam hari, untuk diberikan kepada para pelajar pada keesokan harinya.
"Jadi memang sebetulnya kalau idealnya nih kenapa nggak menghidupkan kantin-kantin sekolah yang sudah ada. Jadi ini tentu akan praktis makanannya bisa masih hangat pada saat siang hari," jelas dr. Piprim dalam webinar yang diselenggarakan IDAI, Kamis (25/9) yang dimuat Kumparan.
"Karena kan kalau konsepnya MBG seringkali disiapkannya malam. Sampai sekolah itu pagi dimakannya siang. Jadi memang sudah ada waktu yang panjang," imbuh dia.
dr. Piprim menjelaskan, dalam proses ini terjadi yang namanya teori keamanan pangan, yaitu tentang berapa lama makanan bisa bertahan, mulai dari proses penyiapan bahan, memasak, hingga pendistribusiannya.
Ia mendorong agar standar keamanan pangan jangan sampai ada yang dikurangi. Karena dalam konteks MBG, ada nyawa anak-anak yang juga perlu dilindungi.
Di kesempatan yang sama, Ketua Unit Kerja Koordinasi Emergensi dan Terapi Intensif Anak IDAI, dr. Yogi Prawira, SpA(K), menjelaskan standar keamanan pangan yang paling mudah dan harus dipahami. Yaitu, apakah makanan yang sudah dimasak akan dibiarkan di suhu ruangan atau disimpan di dalam kulkas.
"Kalau dibiarkan di suhu ruangan, sebenarnya sebagian besar menyarankan idealnya 2 jam. Kalaupun terpaksa tidak lebih dari 4 jam. Karena kalau sudah lebih dari 4 jam, maka muncul risiko pertumbuhan bakteri yang kemudian akan menyebabkan kontaminasi dan akhirnya menyebabkan keracunan," jelas dr. Yogi.
Lebih lanjut, kontaminasi penyebab keracunan juga bisa terjadi sejak proses persiapan bahan-bahan, terutama yang menggunakan bahan mentah. Suhu masak pun harus tepat, yaitu daging sapi (minimal 71 derajat celsius), daging ayam (minimal 74 derajat celsius), telur ayam (masak hingga kuning telur padat), dan ikan (suhu hingga 63 derajat celsius).
"Karena kan kontaminasi bisa dimulai dari persiapannya. Jadi, misalnya bahan mentah waktu saat memasaknya. Contohnya kalau daging harusnya sampai suhu sekian, kalau daging unggas sampai suhu sekian, kalau ikan sampai suhu sekian," ungkap dia.
"Kemudian bisa pada saat distribusinya, pada saat mulai dia masak sampai diberikan. Lalu saat penyantapannya, kalau ternyata yang menyebabkan keracunan bukan dari makanannya, tapi dari tangan yang terkontaminasi, itu juga bisa. Tapi mungkin jumlah [korban]nya tidak akan sebanyak itu," lanjutnya.*