Konflik dengan PT Duta Palma Berujung Penahanan Masyarakat Siberakun Kuansing, Ini Kata Datuk Bisai

Konflik dengan PT Duta Palma Berujung Penahanan Masyarakat Siberakun Kuansing, Ini Kata Datuk Bisai

18 Juni 2020
Dr Edyanus Herman Halim dan Roby Maiva Putra

Dr Edyanus Herman Halim dan Roby Maiva Putra

RIAU1.COM - Perseteruan antara masyarakat Siberakun Kabupaten Kuantan Singingi Riau dengan pihak Duta Palma Nusantara sudah berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Berbagai upaya masyarakat untuk memperjuangkan hak-hak adat tradisionalnya sering berbenturan dengan cara-cara “kurang baik” dari perusahaan yang dinilai seperti ingin mengelabui masyarakat.  

"Akibat kekurang pemahaman pemuka masyarakat, baik itu karena pendidikan yang rendah dan pengalaman yang masih kurang, maka sering terjadi tindakan-tindakan yang berakibat buruk terhadap kepentingan masyarakat. Namun menurut kami, pemerintah dan aparat penegak hukum hendaknya secara sadar mengayomi dan mengingatkan para pemuka masyarakat tersebut terhadap “rantiang nan kan mencucuak”," kata Dr Edyanus Herman Halim selaku Datuk Bisai dalam siaran pers yang diterima redaksi, Kamis 18 Juni 2020.

Contoh konkret, sambung dia, tentang adanya surat kesepakatan antara pihak masyarakat beserta Niniak Mamak Kenegerian Siberakun dengan PT Duta Palma Nusantara pada  tahun 1999 lalu yang jelas-jelas sangat merugikan masyarakat.  

"Seharusnya pemerintah dan penegak hukum mencegah adanya kesepakatan tersebut. Bagaimana mungkin tanah ulayat yang demikian luas, yang sebelumnya dituntut melalui kesepakatan tahun 1998, dengan luas berkisar 675 hektar di wilayah Kenegerian Siberakun melalui kesepakatan yang dibuat tahun 1999 tersebut hanya dihargai sebesar Rp 175 juta," ujarnya.

"Bahkan kesepakatan tahun 1999 tersebut pada poin 2 juga seperti mengeliminir semua hak-hak masyarakat adat Kenegerian Siberakun.  Berkaitan dengan itu saya selaku Datuk Bisai dan Roby Maiva Putra selaku Pengurus IKKS Bidang Kepemudaan berharap agar pihak keamanan atau penegak hukum mencermati masalah itu secara komprehensif," tambahnya menjelaskan.

"Jika ada anak cucu kemenakan kami yang berbuat kurang pantas atau bahkan melanggar ketentuan yang ada, maka analisanya harus pula diarahkan pada apakah ada upaya-upaya provokasi oleh pihak-pihak tertentu agar masyarakat melakukan tindakan yang pada akhirnya masuk pada ranah pelanggaran hukum?. Bukankah provokasi-provokasi itu juga dapat dianggap melanggar hukum?," ujarnya.

Oleh karena itu menurut Edyanus Herman Halim, penahanan terhadap anak cucu kemenakan tersebut mungkin dapat ditangguhkan dan kemudian pihak-pihak yang diduga melakukan provokasi terhadap masyarakat perlu juga dilakukan implementasi penegakan hukum yang tegas. 

"Harapan kami pemerintah daerah dan aparat penegak hukum di Kuansing tetap menjaga profesionalitas dan proporsionalitasnya. Apalagi terhadap hal-hal yang dapat memicu konflik yang lebih besar di tengah-tengah masyarakat kita yang sekarang sedang disibukkan oleh masalah Covid-19. Mudah-mudahan kedepan tindakan-tindakan yang akan dilakukan dapat berpedoman kepada kepentingan orang banyak yang lebih luas," Demikian Edyanus Herman Halim. Rilis