Polemik RAL, ini Kata Ketua Komisi III DPRD Riau

Polemik RAL, ini Kata Ketua Komisi III DPRD Riau

12 Juli 2021
Husaimi Hamidi

Husaimi Hamidi

RIAU1.COM - Salah satu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Riau Airlines (PT. RAL) yang sudah dicabut izin operasinya pada 2012 ternyata masih menyisakan beban ekonomi ke Provinsi Riau. 

Ketua Komisi III DPRD Riau, Husaimi Hamidi meminta pihak berwenang untuk menelisik Kejelasan status PT RAL

Diketahui, PT RAL memiliki hutang hingga Rp. 80 Milyar diluar bunga ke Bank Muamalat Indonesia (BMI). Hal ini memberatkan ekonomi Riau karena hutangnya dibebankan ke BUMD lain, PT. Pengembangan Investasi Riau (PT. PIR). 

"Ini harus dijelaskan, pailit atau tidak. Dulu sudah mau pailit tapi diurus dan hutangnya di-take over PT PIR," ujar Husaimi Hamidi, di DPRD Riau. 12 Juli 2021. 

Novasi atau pembaruan hutang yang diambil alih PT PIR ini disebut karena adanya peluang penarikan investasi perihal rute penerbangan.  namun ternyata hingga kini tak bisa direalisasikan. 

"Saya dengar, ada investasi yang mau invest ke trayek penerbangan dengan RAL. Izin ini kan uang sebetulnya," ujar Husaimi. 

Selain itu pula, Husaimi mengatakan novasi ini di awal kontrak perjanjiannya akan diganti sebagai piutang. Tapi sekarang justru dicatat sebagai investasi.

"Kita minta kejelasan, karena kalau investasi itu disusutkan PT PIR bisa rugi besar, bayangkan dari ratusan juta disusutkan 20 persen tiap tahun," jelas Husaimi. 

Terkait hutang ke Bank Muamalat, Husaimi menyarankan agar tidak usah dibayar dahulu hingga statusnya jelas, namun demikian hal ini disebutnya berpotensi menjadi indikasi Opini Wajar Dengan Pengecualian saat diaudit. 

"Ini akan jadi Opini Wajar Dengan Pengecualian, tapi apa gunanya mengejar Opini Wajar Tanpa Pengecualian jika tidak memberi untung," paparnya.

Husaimi juga mengaku heran bagaimana PT. RAL bisa mendapat pinjaman ke Bank Muamalat jika memang kondisinya sudah sekarat.

"Kita logika saja, Bank itu biasanya pandai membaca potensi perusahaan. Tidak mungkin dia berikan pinjaman ketika perusahaan itu sudah oleng," tutup Husaimi.