Perempuan Asal Pasaman Barat Diduga Penyalur Imigran Ilegal

Perempuan Asal Pasaman Barat Diduga Penyalur Imigran Ilegal

21 Juni 2023
Konferensi Pers Polda Sumbar

Konferensi Pers Polda Sumbar

RIAU1.COM - Kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) berhasil diungkap Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Barat (Sumbar). Sebanyak 10 warga Sumbar menjadi korban tindak pidana tersebut.

Tim Satgas Penegakan Hukum TPPO menangkap seorang perempuan berinsial W, warga Kinali, Kabupaten Pasaman Barat dalam kasus itu. Tersangka ini diduga menjadi penyalur Pekerja Migran Indonesia (PMI) secara ilegal ke Malaysia.

Kapolda Sumbar Irjen Suharyono dalam konferensi pers di Mapolda Sumbar seperti dimuat Langgam.id mengatakan, para korban ini dijanjikan bekerja sebagai asisten rumah tangga hingga perusahaan kilang es di Malaysia.

“Dikirim 10 orang dari masyarakat Sumbar untuk dipekerjakan. Tetapi di sana, ternyata gaji mereka tidak diberikan,” katanya, sebagaimana dirilis situs resmi Polda Sumbar.

Jenderal bintang dua itu mengungkapkan, gaji diambil secara diam-diam tanpa sepengetahuan korban oleh agen yang kemudian dibagikan ke tersangka. Sehingga selama bekerja, korban tidak mendapatkan gaji.

“Korban kesulitan dalam kehidupan di Malaysia. Sementara korban dalam penyekapan majikan. Mau kembali (ke Indonesia) visa dan paspor disimpan majikan,” ujarnya, didampingi Kabid Humas Kombes Pol Dwi Sulistyawan dan Dirreskrimum Kombes Pol Andry Kurniawan.

Irjen Pol Suharyono mengimbau masyarakat, untuk selalu lebih waspada kepada orang atau sekelompok masyarakat jika ada yang mengiming-imingi bekerja diluar negeri dengan gaji besar.

Sementara itu, Dirreskrimum Polda Sumbar, Kombes Pol Andry Kurniawan, menjelaskan tersangka sebagai penyalur melakukan upaya agar para korban tertarik untuk bekerja ke luar negeri.

Modusnya, kata dia, dengan menyakini korban terkait pekerjaan serta dalam pengurusan keberangkatan ke Malaysia dibiayai hingga paspor dan visa diurus oleh tersangka.

“Bagaimana korban ini tertarik dan tersangka juga menarik para korban, semua biaya perjalanan termasuk pengurusan paspor dan penampungan itu tersangka yang bayar,” terangnya.

“Tetapi kemudian ke belakang, setelah mendapatkan majikan, si agen tersangka kemudian meminta gaji tiga bulan ke depan plus fee, jadi dari situ dia mendapatkan keuntungan,” sambungnya lagi.

Dijelaskan, setidaknya gaji selama tiga bulan untuk korban sebesar 7.000 ringgit atau sekitar kurang lebih Rp22 juta. Gaji para korban ini kemudian dibagikan ke para sindikat tersangka.

“Kami terus melakukan pendalaman kasus ini. Tersangka ini dia pernah tinggal di Malaysia cukup lama, jadi paham kondisi di sana, itu modal dasarnya,” ujarnya.

Dirinya memastikan, kondisi 10 korban TPPO dalam kondisi aman dan telah dievakuasi ke Selter KBRI Malaysia. Sebelumnya, korban sempat mengirimkan video terkait kondisi mereka di Malaysia yang mulai terancam keselamatannya dan diminta untuk segera dievakuasi.

“10 ini kondisi sudah dievakuasi KBRI Malaysia. Karena kondisinya terancam. Sekarang ada di Selter KBRI,” ujarnya.*