
Kawasan mangrove di Bengkalis
RIAU1.COM - Agar lebih mendalam mengetahui dampak hutan mangrove terhadap ekologi, sosial ekonomi dan kearifan lokal masyarakat pesisir, Kelompok Study lingkungan dan Masyarakat (Keslimasy) menggelar Focus Group Discussion (FGD).
Ketua Keslimasy, Muhammad Iskandar mengatakan, FGD merupakan bagian penting dari tahapan kajian sebelum finalisasi naskah dengan meminta masukan dari beberapa pihak terkait isu pengelolaan dan perlindungan mangrove di Kecamatan Bantan.
Sedangkan Tenaga Ahli yang juga Penasehat Umum Keslimasy Hendra Saputra, menyampaikan hasil dokumen kajian ini akan disinergikan dengan data pencitraan udara, luasan mangrove dan kondisi abrasi yang ada di Kecamatan Bantan agar dokumen ini bisa menjadi acuan pembangunan kawasan pesisir berkelanjutan khusunya di pulau Bengkalis, Kecamatan Bantan.
“Dari beberapa penelitian yang telah kami lakukan di Kecamatan Bantan, kami dampingi kajian Keslimasy agar mampu memberikan rekomendasi yang dibutuhkan pemerintah dalam membangun tata kelola perlindungan dan pengelolaan Kawasan di Kecamatan Bantan," ungkap Miswadi.
Sementara itu Wakil Koordinator Jikalahari, Okto Yugo menyebut, kajian yang dilakukan Jikalahari bersama Keslimasy ini merupakan bentuk partisipasi masyarakat dalam akselerasi restorasi gambut dan rehabilitasi mangrove. Apalagi Bengkalis memiliki MOU dengan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove.
"Selain di Bengkalis, kajian terkait mangrove juga kita laksanakan di Indragiri Hilir bersama lembaga Bangun Desa Payung Negeri," ungkap Okto.*