Anaknya Tewas Diduga Dianiaya Kakak Kelasnya Minta Keadilan, Gimson Butarbutar Minta Keadilan

7 Juni 2025
Anaknya Tewas Diduga Dianiaya Kakak Kelasnya Minta Keadilan, Gimson Butarbutar Minta Keadilan

Anaknya Tewas Diduga Dianiaya Kakak Kelasnya Minta Keadilan, Gimson Butarbutar Minta Keadilan

RIAU1.COMAnaknya Tewas Diduga Dianiaya Kakak Kelasnya Minta Keadilan, Gimson Butarbutar Minta Keadilan.

Gimson Butarbutar, ayah dari KB, bocah SD berusia 8 tahun di Indragiri Hulu (Inhu) angkat bicara dan berharap ada keadilan bagi anaknya yang meninggal secara tragis, pada Sabtu (7/6/2025).

Gimson mengaku kesedihan keluarga belum mereda sejak kepergian KB yang meninggal dunia usai diduga menjadi korban perundungan oleh kakak kelasnya, pada 26 Mei 2025 lalu.

Dalam pertemuan yang dihadiri awak media dan pendamping hukum, di Pekanbaru, Gimson menyampaikan serangkaian kejanggalan serta klarifikasi terhadap berbagai tudingan miring yang mereka terima.

''Anak saya aktif dan ceria. Tidak pernah mengeluh sakit hingga Senin, 19 Mei. Sebelumnya ia masih bermain seperti biasa. Tapi setelah kejadian itu, ia berubah drastis," ungkap Gimson dengan suara bergetar.

Gimson dengan tegas membantah tudingan pihak berwajib bahwa keluarga membawa korban ke tukang urut bukannya ke dokter.

''Itu bukan kehendak kami. Saran itu datang dari salah satu orang tua pelaku dan dilakukan di rumah salah satu pelaku. Sangat menyakitkan jika kami yang disalahkan,” tegasnya.

Keluarga menilai fokus utama kasus ini telah kabur.

Dugaan kekerasan yang menimpa KB justru tenggelam oleh narasi kelalaian orang tua. ''Kami tahu anak-anak pelaku tak bisa ditahan, tapi Undang-Undang Perlindungan Anak menyebut ada sanksi dan pembinaan. Kenapa itu diabaikan?” kata Gimson.

Lebih jauh, Viator Butarbutar, kerabat korban yang turut mendampingi Dimson mempertanyakan peran dan tanggung jawab institusi pendidikan.

''Pasal 54 UU Perlindungan Anak menyatakan bahwa sekolah dan pemerintah daerah turut bertanggung jawab jika terjadi kekerasan. Tapi hingga kini, tidak ada yang menyinggung itu. Semua menyudutkan kami,” imbuhnya.

Keluarga juga menilai ketidaksesuaian informasi yang beredar yang disampaikan Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Riau, saat ekspos perkaranya. Misalnya, ungkap Viator, laporan disebut masuk pada 19 Mei, padahal korban meninggal seminggu kemudian. 

“Lalu siapa yang dilaporkan tanggal 19? Kronologi ini tidak sinkron dan harus dijelaskan,” ucap Viator penuh tanya.

Meski duka masih bersedih, keluarga tetap menyampaikan apresiasi kepada para relawan hukum, termasuk LBH dan organisasi profesi yang telah mendampingi mereka tanpa pamrih. Viator menegaskan perjuangan ini bukan untuk membalas, melainkan menuntut keadilan yang seimbang.

“Anak saya sendiri yang mengatakan, sebelum wafat, bahwa dia dipukul dan ditendang oleh para pelaku. Saya saksi kuncinya. Maka saya minta agar kebenaran ini tidak diabaikan. Kami ingin keadilan ditegakkan, agar tak ada lagi anak-anak yang kehilangan nyawa karena sistem yang abai,” timpal Gimson.

Untuk memperjuangkan keadilan bagi korban, pihak keluarga sudah menunjuk penasehat hukum untuk tindakan yang dianggap perlu.

“Untuk mewujudkan keadilan bagi korban, nanti penasehat hukum kami akan melakukan langkah-langkah selanjutnya,” ungkap Viator.***