Komisi II DPR RI
RIAU1.COM - Jaringan Reformasi Kebijakan Narkotika mengusulkan Komisi III DPR menghapus ketentuan pidana mati dalam tindak pidana narkotika yang kembali muncul dalam pembahasan RUU Penyesuaian Pidana (PP).
Usulan itu disampaikan perwakilan Jaringan Reformasi Kebijakan Narkotika, Ma'ruf Bajammal, dalam RDPU bersama Komisi III DPR, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Selasa, 2 Desember 2025.
Ma'ruf menilai pidana mati dalam Undang-Undang Nomor 35/2009 masih diberlakukan sangat luas, mulai dari pasal dengan kategori berat hingga yang relatif rendah seperti menerima narkotika.
Karena itu, ia menegaskan bahwa penyelarasan dengan politik hukum KUHP baru yang berlaku 2026 harus dilakukan, termasuk mengoreksi keberadaan pidana mati.
"Kami melihat seharusnya pidana mati dalam kebijakan narkotika kita berjalan linear dengan politik hukum dalam UU Nomor 1/2023 tentang KUHP atau KUHAP Baru yang nanti akan berlaku pada tahun 2026," ujarnya yang dimuat RMol.id.
Ma’ruf memaparkan sejumlah data yang menunjukkan dominasi kasus narkotika dalam eksekusi mati di Indonesia. Pada 2024, 63 persen terpidana mati merupakan kasus narkotika. Pada 2015–2016, seluruh 18 terpidana yang dieksekusi mati juga merupakan kasus narkotika. Di luar negeri, dari 156 WNI yang terancam hukuman mati, 111 di antaranya terkait narkotika.
Ma'ruf mengapresiasi sikap pemerintah yang aktif mengupayakan pembelaan bagi WNI yang terancam eksekusi mati di luar negeri. Namun, ia menilai keberpihakan itu seharusnya juga tercermin dalam kebijakan nasional.
Lebih jauh, Ma'ruf menekankan bahwa Indonesia telah meratifikasi ICCPR yang menjamin hak hidup sebagai hak yang tidak dapat dikurangi. Instrumen tersebut membolehkan hukuman mati hanya untuk "the most serious crime".
Sementara Komite HAM PBB serta berbagai lembaga internasional, termasuk UNODC, menegaskan bahwa tindak pidana narkotika tidak termasuk kategori tersebut.
"Secara spesifik, menurut Komite HAM PBB ini juga menafsirkan bahwa narkotika tidak masuk dalam kelompok the most serious crime, tapi dia disebut sebagai particularly serious. Artinya apa? Kebijakan narkotika tidak layak atau tidak sepatutnya dapat dikenakan pidana mati,” pungkasnya.*