
Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmadja
RIAU1.COM - Mantan Kapolres Ngada Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmadja divonis 19 tahun penjara atas kasus kekerasan seksual terhadap tiga anak di bawah umur. Vonis ini dijatuhkan hakim ketua Anak Agung Gde Agung Parnata dalam persidangan di Ruang Cakra, Pengadilan Negeri Kelas 1A Kupang, Selasa (21/10/2025).
Majelis hakim menyatakan terdakwa Fajar terbukti bersalah karena melakukan perbuatan tercela yang berawal dari kecanduan menonton video porno, termasuk yang menampilkan anak-anak.
"Bahwa sejak tahun 2010, terdakwa suka menonton video asusila antara orang dewasa dan anak di bawah umur,” ujar Hakim Anggota Sisera Semida Naomi Nenohayfeto saat membacakan amar putusan dikutip dari iNews Sumba, Selasa (21/10/2025).
Majelis menilai kebiasaan tersebut menjadi akar dari tindakan pidana yang kemudian dilakukan terdakwa.
“Hasrat terdakwa yang tidak terkendali menjelma menjadi kejahatan seksual yang merusak masa depan anak-anak,” kata hakim anggota lainnya, Putu Dima Indra.
Dalam pertimbangan hukum, majelis mengungkapkan terdakwa sempat mendapat peringatan dari istrinya agar berhenti menonton konten pornografi dan berkonsultasi ke psikiater. Namun saran itu diabaikan.
“Saran istrinya untuk berobat tidak pernah dijalankan,” ucapnya yang dimuat iNews.id.
Hakim Ketua Anak Agung Gde Agung Parnata menegaskan tindakan Fajar bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga mengkhianati sumpah jabatan sebagai aparat penegak hukum.
“Perbuatan terdakwa tidak dapat dibenarkan menurut hukum dan etika moral,” ujarnya.
Dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan Fajar terbukti melanggar Pasal 81 Ayat (2) jo Pasal 65 KUHP dan Pasal 45 Ayat (1) jo Pasal 27 Ayat (1) UU ITE jo Pasal 64 KUHP.
Terdakwa dijatuhi pidana 19 tahun penjara, denda Rp6 miliar, serta subsider 1 tahun 4 bulan penjara apabila denda tidak dibayar. Selain itu, dia diwajibkan membayar restitusi sebesar Rp359 juta lebih kepada tiga korban.
Putusan ini lebih ringan 1 tahun dari tuntutan jaksa yang meminta hukuman 20 tahun penjara. Majelis hakim menilai vonis 19 tahun sudah proporsional karena mempertimbangkan aspek kemanusiaan dan keadilan bagi korban.
Namun, majelis tetap menegaskan bahwa perbuatan terdakwa telah menimbulkan luka psikologis mendalam bagi korban yang kini tengah menjalani pendampingan psikologis intensif.
Seusai sidang, kuasa hukum terdakwa menyatakan masih mempertimbangkan langkah hukum selanjutnya. Sementara jaksa penuntut umum (JPU) menyebut tetap menghormati putusan majelis hakim meskipun vonis lebih rendah dari tuntutan semula.*