Ditahan di Rutan, Kejari Pekanbaru Sebut 3 Dokter Jualan Alkes

Ditahan di Rutan, Kejari Pekanbaru Sebut 3 Dokter Jualan Alkes

27 November 2018
Kajari Pekanbaru Soeripto Irianto

Kajari Pekanbaru Soeripto Irianto

RIAU1.COM -Pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru menyebut tiga orang dokter yang tersangkut kasus korupsi seperti orang jualan. Pasalnya, alat kesehatan yang dibeli tiga oknum dokter tersebut seolah-olah dipinjamkan ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Arifin Ahmad.

"Tiga dokter ini seperti orang jualan. Padahal, ada 187 transaksi," kata Kepala Kejari Pekanbaru Suripto Irianto kepada wartawan usai aksi solidaritas Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Indonesia (IKABI) Koordinator Wilayah Riau, Selasa (27/11/2018).

Tiga dokter ini tersangkut hukum berdasarkan penyidikan pihak Polresta Pekanbaru. Pelimpahan kasus ini diterima pada 26 November. Berkas yang diterima yaitu perkara dugaan tindak pidana korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Arifin Ahmad.

Kasus ini sudah dilimpahkan ke Kejari Pekanbaru. Lima tersangka kami tahan yakni YE (Direktur CV Prima Mustika Raya), M (staf CV Prima Mustika Raya), Dokter WZ (PNS di RSUD Arifin Ahmad), Dokter AP (PNS di RSUD Arifin Ahmad), Dokter Ma.

Kronologi perkara berdasarkan berkas yang diterima, CV PMR telah ditunjuk RSUD Arifin Ahmad untuk mengurus persediaan alat-alat kesehatan berdasarkan program Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Tapi dalam praktiknya, alat-alat kesehatan dibeli sendiri langsung dari distributor.

Alkes yang dibeli itu diserahkan ke RSUD Arifin Ahmad dengan tagihan uang. Karena tidak bisa dicairkan langsung, maka pencairan tagihan melalui CV PMR. "Jadi, seolah-olah pembelinya dari CV PMR. Tapi harganya sudah tinggi sekali," ungkap Suripto.

Faktanya, CV PMR bukan penjual alat kesehatan itu. Perusahaan ini hanya menerima komisi lima persen. "Mekanisme pencairan, pihak rumah sakit membayar ke CV PMR. Setelah dibayar, uang diserahkan pihak CV PMR kepada tiga dokter ini," ucap Suripto.

Hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Riau, kerugian negara sekitar Rp420 juta. Ditemukan 187 transaksi dan harganya sudah dimark up.