
Ilustrasi makan sirih (Foto: Istimewa/internet)
RIAU1.COM - Tradisi makan sirih atau tepak sirih yang dikenal oleh masyarakat Melayu Riau rupanya kehadirannya juga dapat ditemui di seluruh nusantara.
Hanya saja dengan penamaan yang berbeda. Terutama di wilayah Sumatera, Sulawesi hingga Indonesia bagian timur, dikutip dari kompas.com, Selasa, 5 November 2019.
Seperti masyarakat suku di Nusa Tenggara Timur. Makan sirih disebut Tilong Kupang atau di Nagakeo. Kebiasaan mengunyah sirih masih dilakukan oleh lelaki dan perempuan.
Bahannya juga serupa, yaitu daun sirih, kapur, pinang, dan gambir.
Sementara suku Minangkabau memakan sirih disebutkan sebagai Cindua Mato yang mempunyai ilmu pusaka yang bernama Sirih Tanyo-tanyo.
Ia dapat berbicara dengan tengkorak-tengkorak di Bukit Tambun Tulang dengan cara mengunyah daun sirih lalu menyemburkannya ke tengkorak.
Dengan cara itu, Cindua memanggil roh tengkorak itu kembali agar masuk ke badan yang sudah menjadi tulang belulang dan menanyai sebab-sebab kematian mereka.
Sementara hikayat Batak dari masa silam yang menyebutkan memakan sirih diibaratkan seperti Taman Sirih (Taman Obat).
Memakan sirih sebagai tanda ketinggian ilmu medis Batak kuno. Dalam Negarakertagama, berkali-kali dapat ditemukan dengan mudah bahwa sirih sebagai sarana perjamuan antara raja-raja.
Untuk urusan faedah sirih buat kesehatan sudah tak perlu lagi ditanyakan. Penelitian ilmiah sudah membuktikannya dan ilmu kesehatan modern pun telah mengambil manfaat tanaman herbal ini.
Namun, dalam pengetahuan lokal budaya nusantara, manfaat sirih lebih maju. Sirih tampil dalam berbagai ritual adat dan menjadi lambang dari adanya warisan keberadaban yang dilandasi rasa hormat dan kebersamaan.
Dalam masyarakat Melayu Sumatera misalnya, sirih adalah sarana pokok dalam berbagai alek adat, seperti perkawinan, menjamba tamu, atau menjambang guru.