Heboh Soal Keraton Agung Sejagat, Ini Kata Sultan Jogja

Heboh Soal Keraton Agung Sejagat, Ini Kata Sultan Jogja

21 Januari 2020
Sultan Hamengku buwono X.

Sultan Hamengku buwono X.

RIAU1.COM - Seminggu belakangan ini heboh soal munculnya Kerajaan Keraton Agung Sejagat. 

Pengikutnya diiming imingi gaji dalam bentuk Dolar. Namun harus membayar uang pendaftaran untuk menjadi anggota Kerajaan Keraton Agung Sejagat. 

 

Menanggapi hal itu, Sultan Jogja yang juga Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku buwono X,  mengimbau masyarakat berhati-hati terkait fenomena orang yang mengaku keturunan kerajaan maupun mendirikan kerajaan baru.

Imbauan itu disampaikannya, terkait munculnya Keraton-keraton palsu, termasuk Keraton Agung Sejagat atau (KAS) di wilayah Purworejo.

Raja dan Ratu Keraton Agung Sejagat Toto Santoso dan Fanni Imanadia kini menjadi tersangka kasus kabar bohong yang tengah diusut Polda Jawa Tengah.

Toto dan Fanni sendiri diketahui ber-KTP Jakarta dan sempat mengontrak di wilayah Sleman, Yogyakarta. Oleh karena itu, diperkirakan tak sedikit warga DIY yang menjadi pengikutnya.


"Masyarakat hati-hatilah. Karena kalau sudah 'diiming-imingi', biasanya susah [menolak]," kata Sultan Keraton Yogyakarta tersebut kepada wartawan di Kompleks Kepatihan Yogyakarta, Senin (20/1).

Menurutnya kultur masyarakat, terutama di wilayah Yogyakarta, yang cenderung terbuka dan mudah percaya, serta sungkan untuk menolak meski pada orang yang belum dikenal.
 

Untuk diketahui dalam merekrut pengikut, Toto Santoso yang mengklaim diri sebagai Raja Keraton Agung Sejagat sekaligus pendiri Jogja Development Committe (Jogja Dec) yang menjadi embrio terbentuknya keraton palsu tersebut menggunakan berbagai cara yang membujuk. 

Salah satunya, iming-iming gaji dalam jumlah besar tanpa perlu bekerja keras.

Salah satu warga Sleman, Nanang, mengaku dirinya hampir terkena bujukan orang tak dikenal yang mengaku sebagai jenderal di Jogja Dec.

Itu, kata dia, terjadi saat dirinya berada di kawasan Borobudur, Jawa Tengah, pada 2017 silam.

"Dulu itu, bujuknya kalau sudah jadi anggota, tiap bulannya dapat gaji. Walaupun tak kerja tetap akan digaji. Tapi syaratnya, harus mengumpulkan dana," ujar Nanang seperti dilansir CNNIndonesia.com.

Pada 11 Maret 2016, Toto Santoso yang saat itu mengaku sebagai dewan wali amanat panitia pembangunan dunia untuk wilayah nusantara, meluncurkan pembentukan Jogja Dec, di wilayah Pujokusuman Yogyakarta.

Kegiatan itu dihadiri puluhan pengikutnya dari berbagai wilayah di DIY.

Dengan misi memasifkan Dolar, Toto merekrut masyarakat dengan janji mereka akan mendapatkan US$100 - 200 US per orang per bulan, dalam bentuk dana kemanusiaan dan asuransi yang dimulai pada 2017.

Untuk terdaftar sebagai anggota, Nanang mengaku diminta menyetorkan sertifikat rumahnya yang nantinya akan ditukar dengan kartu anggota.

Namun, itu ditolak Nanang karena merasa janggal.
 

Sekretaris Daerah (Sekda) DIY, R Kadarmanta Baskara Aji menyatakan, sampai dengan saat ini, pihaknya belum mendapatkan data terkait jumlah masyarakat di DIY yang menjadi pengikut KAS maupun Jogja Dec. 

Sebab peristiwanya terjadi di luar DIY, kata Aji, pihaknya hanya melakukan koordinasi dengan kepolisian setempat.

"Kami mengimbau agar masyarakat tidak mudah tergiur dengan iming-iming yang sebenarnya sangat irasional," katanya.


Selain di Purworejo, Keraton Agung Sejagat disebutkan memiliki cabang di wilayah Klaten, Jawa Tengah.

Seperti dilansir Antara pekan lalu, Kapolres Klaten AKBP Wiyon Eko Prasetyo mengatakan, "Jumlah pengikut Keraton Agung Sejagat di Klaten, dari hasil klarifikasi ada sebanyak 28 orang. Mereka sebagai pengikut kegiatan di Keraton Agung Sejagat Purworejo."

 

Mereka tersebar di tiga kecamatan di wilayah kabupaten tersebut yakni di Prambanan, Jogonalan, dan Wedi.

Namun berbeda dengan di Purworejo, di Klaten tak ada bangunan/situs yang diklaim sebagai istana atau keraton.

Para pengikut Keraton Agung Sejagat di Klaten itu hanya sekedar berkumpul di bawah kepemimpinan sosok yang disebut Mahamenteri.

R1 Hee.