Presiden RI ke-2 Soeharto
RIAU1.COM - Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI menegaskan tidak ada halangan bagi pemerintah untuk menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto.
Menurut Ketua MPR Ahmad Muzani, pemberian gelar pahlawan merupakan hak prerogatif presiden kepada warga negara yang dianggap memiliki jasa besar bagi bangsa dan negara.
"Presiden berhak memberi gelar kepada setiap warga negara yang dianggap memiliki jasa, atau tanda jasa, atau kontribusi terhadap negara dan bangsa. Gelar itu bertingkat, tapi gelar yang tertinggi adalah pahlawan nasional,” ujar Muzani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis 7 November 2025 yang dimuat Rmol.id.
Muzani menjelaskan, proses pemberian gelar dilakukan melalui mekanisme yang ketat, dimulai dari pengajuan oleh daerah, perguruan tinggi, hingga organisasi masyarakat. Setelah itu, usulan akan diseleksi oleh dewan gelar dan akhirnya diputuskan oleh presiden.
Terkait ramainya isu soal rencana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto, Muzani menegaskan MPR sudah pernah menyatakan sikap sejak periode sebelumnya. Dalam hal ini dicabutnya TAP MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
“MPR telah menulis surat menyatakan bahwa mempersilakan kepada presiden untuk memberi penghargaan kepada mantan Presiden Soeharto, karena yang bersangkutan dianggap telah selesai menjalani proses hukum baik pidana ataupun perdata,” jelasnya.
Menurut Muzani, Soeharto juga dinilai memiliki jasa besar terhadap bangsa sehingga secara konstitusional tidak ada hambatan bagi pemerintah untuk memberikan penghargaan tersebut.
“Yang bersangkutan dianggap telah memberi kontribusi dan jasa kepada bangsa yang begitu besar, sehingga tidak ada halangan bagi pemerintah untuk memberi penghargaan kepada mantan Presiden Soeharto,” katanya.
Muzani menambahkan, MPR juga pernah mengambil langkah serupa terhadap dua mantan presiden lainnya, yakni Ir Soekarno atau Bung Karno dan Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.
MPR telah mencabut TAP MPRS No XXXIII/MPRS/1967 yang berisi tentang pencabutan kekuasaan presiden dari Ir Soekarno dan menyinggung keterlibatan Soekarno dalam peristiwa G30S. Bagian pertimbangan TAP MPRS itu menyebut Soekarno membuat keputusan yang dinilai menguntungkan gerakan G30S. Selain itu, Soekarno disebut melindungi para tokoh PKI.
Untuk Gus Dur, TAP MPR Nomor II Tahun 2001 tentang Pertanggungjawaban Presiden ke-4 Republik Indonesia Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dicabut dan nama baiknya dipulihkan.
“Semua itu dilakukan terhadap tiga mantan Presiden, Bung Karno, Pak Harto dan Abdurrahman Wahid, dilakukan oleh MPR sebagai bagian dan cara MPR untuk tetap menjaga persatuan dan rekonsiliasi dalam berbangsa dan bernegara,” ungkap Muzani.*