Tokoh Lintas Sumatra Minta Prabowo Tetapkan Bencana Nasional

3 Desember 2025
Pertemuan Tokoh Lintas Sumatra

Pertemuan Tokoh Lintas Sumatra

RIAU1.COM - Desakan agar Presiden Prabowo Subianto menetapkan banjir besar dan longsor hebat, yang melanda Pulau Sumatera sebagai bencana nasional terus menguat. 

Permintaan itu kembali ditegaskan oleh Persaudaraan Tokoh Lintas Sumatera (PTLS), yang menilai bencana yang melanda Aceh, Sumatera Utara, hingga Sumatera Barat tersebut telah memenuhi kriteria bencana nasional sebagaimana diatur dalam UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.

"Melihat laporan media, relawan, dan keluhan dari unsur pimpinan daerah, dapat disimpulkan bahwa jumlah korban, kerugian harta benda, kerusakan infrastruktur, cakupan wilayah terdampak, hingga dampak sosial ekonomi telah memenuhi syarat penetapan bencana nasional," ujar Ray Rangkuti, Rabu (3/12/2025) yang dimuat Okezone.com.

Pertemuan tokoh lintas Sumatera itu diprakarsai oleh Ketua Dewan Direktur GREAT Institute, Dr. Syahganda Nainggolan, dan dihadiri belasan tokoh dari Aceh, Sumut, dan Sumbar. Mereka antara lain Syahganda Nainggolan, Fachrudin, Teguh Santosa, Ray Rangkuti, Rizal Matondang, Abdullah Rasyid, Wahyono, Hendri Harmen, Sugiat Santoso, Mayjen (Purn) Daniel Chardin, Iskandar Pulungan, Anton Permana, Zaid Burhan, dan Dedi Irawan.

Ray Rangkuti mengingatkan, bahwa keterlambatan penetapan status bencana nasional berpotensi memperbesar jumlah korban jiwa. “Semakin lama ditetapkan, semakin tinggi risiko korban bertambah,” ujarnya.

Sementara itu, Teguh Santosa, Ketua Umum Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI), menyebut laporan dari JMSI Aceh menunjukkan kerusakan akibat banjir dan longsor kali ini melampaui dampak tsunami 2004. 

“Saat tsunami 2004, hanya enam kabupaten/kota yang parah. Sekarang ada 18 kabupaten/kota yang mengalami kerusakan serius,” kata Teguh.

Perbandingan kerusakan juga disebut makin mencolok. Saat tsunami 2004, jembatan putus tidak lebih dari 10 titik. Kini, hanya di satu kabupaten saja tercatat ada 122 jembatan putus. Jalan yang dulu hanya terputus di jalur pantai barat, kini hampir seluruh jalur darat di wilayah terdampak ikut rusak, ambles, atau terputus.

Syahganda Nainggolan menegaskan, pentingnya percepatan pembukaan akses darat agar distribusi bantuan bisa menjangkau warga terdampak. “Pemerintah perlu segera mengirim alat berat. Namun penempatannya harus tepat, benar-benar di titik yang bisa menjangkau wilayah terdampak,” ujarnya.

Ia menambahkan, penetapan status bencana nasional akan mempercepat penanganan, mencegah bertambahnya korban jiwa, serta menekan risiko penyakit akibat sanitasi buruk di pengungsian. Status ini juga dinilai dapat mengurangi potensi aksi-aksi sosial yang memperburuk situasi di lapangan.

Selain itu, PTLS juga meminta pemerintah melonggarkan kebijakan efisiensi keuangan di daerah terdampak dan segera mengucurkan dana darurat bencana. Mereka juga menekankan pentingnya memberikan kewenangan realokasi anggaran baik di tingkat pusat maupun daerah tanpa mengganggu program strategis lainnya.

Tak hanya itu, PTLS menilai bencana ini harus menjadi momentum mengevaluasi tata kelola hutan industri dan pertambangan yang dianggap turut memperparah kerusakan lingkungan. “Harus ada tindakan hukum tegas terhadap pelaku kejahatan lingkungan,” pungkasnya.*