Wali Kota Pekanbaru Agung Nugroho. Foto: Surya/Riau1.
RIAU1.COM -Penerapan uji kelayakan dan kepatutan dalam pemilihan ketua rukun tetangga (RT) dan rukun warga (RW) bertujuan menjaga keharmonisan masyarakat. Pemilihan ketua RT dan RW dengan sistem uji kelayakan dan kepatutan demi meminimalisasi potensi konflik di lingkungan warga.
Wali Kota Pekanbaru Agung Nugroho, Senin (29/12/2025), mengungkapkan, Pemko Pekanbaru tidak lagi mendengar adanya aksi protes ketua RT dan RW terkait insentif yang belum dibayarkan. Belakangan, muncul dinamika baru berupa penolakan terhadap Peraturan Wali Kota (Perwako) yang mengatur mekanisme pemilihan ketua RT dan RW, termasuk ketentuan uji kelayakan dan kepatutan.
“Ketika kami berupaya memperbaiki sistem, justru muncul penolakan. Ada yang datang ke DPRD menolak Perwako terkait pemilihan ketua RT dan RW. Padahal, uji kelayakan dan kepatutan ini penting,” katanya.
Warga tentu menginginkan pemimpin lingkungan yang patut dan layak. Ia menilai, tidak masuk akal apabila warga memilih ketua RT atau RW yang dinilai tidak memiliki kelayakan memimpin.
“Sebagai warga, tentu kita tidak ingin dipimpin oleh orang yang tidak patut dan tidak layak,” ucap Agung.
Ia juga menyoroti dampak sosial pascapemilihan RT dan RW yang kerap memicu perpecahan di tengah warga. Warga tidak jarang terbelah menjadi kelompok-kelompok.
Bahkan, ada calon yang kalah memilih pindah dari wilayah tersebut. Kondisi ini bertentangan dengan semangat kebersamaan yang seharusnya terjaga di lingkungan permukiman.
“Pemilihan ketua RT dan RW seharusnya tidak memecah belah warga. Fakta di lapangan, setelah pemilihan justru muncul konflik, saling menyalahkan. Bahkan, ada yang tidak bisa menerima kekalahan,” ujar Agung.
Ia mencontohkan kasus di Kecamatan Kulim. Dimana, pemilihan ketua RW hingga berujung pada pelaporan ke pihak kepolisian.
Hal tersebut dinilai sebagai sinyal perlunya pembenahan sistem. Supaya, konflik serupa tidak kembali terjadi.
Oleh karena itu, Pemko Pekanbaru berupaya mengembalikan pemilihan ketua RT dan RW pada hakikatnya, yakni sebagai sarana pengabdian dan pelayanan kepada warga. Jadi, pemilihan ketua RT dan RW itu bukan ajang kompetisi yang memicu perseteruan.
“Dulu, pemilihan ketua RT dan RW dilakukan melalui musyawarah dan mufakat. Tidak ada saling ngotot untuk menang. Inilah semangat yang ingin kami hidupkan kembali,” pungkas Agung.