
Kabut asap karhutla melanda Pekanbaru sejak beberapa hari terakhir. Foto: Surya/Riau1
RIAU1.COM -Setiap kebijakan terkait proses pembelajaran di tengah kabut asap harus berdasarkan informasi dan data dari instansi teknis yang berwenang. Meksi begitu, masyarakat Pekanbaru mulai khawatir akan kualitas udara yang bisa berdampak pada kesehatan para pelajar.
"Memang secara situasi dan kondisi, Pekanbaru merupakan kota dengan jumlah penduduk yang cukup padat. Maka dari itu, segala kemungkinan harus kami antisipasi bersama," kata Kepala Pelaksana (Kalaksa) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Pekanbaru Zarman Candra di Gedung Daerah Riau, Rabu (23/7/2025).
BPBD telah menerima sejumlah pertanyaan dari masyarakat yang disampaikan melalui Wali Kota Pekanbaru. Pertanyaan itu soal aktivitas belajar-mengajar saat terjadi kabut asap. Namun, BPBD tidak memiliki kewenangan untuk menetapkan kebijakan penundaan atau pengalihan kegiatan belajar tanpa koordinasi dengan instansi terkait.
"Kami tidak bisa mengambil kebijakan sepihak. Sepanjang data yang kami terima dari dinas teknis, seperti Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, maupun informasi dari BMKG, menunjukkan bahwa kualitas udara masih berada pada kategori aman, maka belum ada alasan kuat untuk mengubah pola pembelajaran," jelas Zarman.
Menurut informasi dari BMKG, musim kemarau diperkirakan terjadi pada bulan Agustus. Namun pola hujan buatan yang dilakukan oleh tim Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) bisa saja memengaruhi kondisi kemarau inim
"Kami tentu berharap upaya rekayasa cuaca atau hujan buatan bisa menjadi pancingan. Agar, suhu turun dan membantu meredam kebakaran hutan dan lahan," harap Zarman.
Penguatan komunikasi dan koordinasi antarlembaga, termasuk dengan BMKG, sangat penting saat ini. Agar, setiap langkah yang diambil tetap berdasarkan data dan perhitungan yang akurat.
"Teknisnya tentu lebih dipahami oleh BMKG. Kami hanya bisa menindaklanjuti serta memastikan respons cepat jika situasi memburuk," tutupnya.