Dualisme Kepengurusan Demokrat Memanas, Pengamat Sarankan Kedua Kubu Lakukan Mediasi

Dualisme Kepengurusan Demokrat Memanas, Pengamat Sarankan Kedua Kubu Lakukan Mediasi

9 Maret 2021
Panca Setyo Prihatin

Panca Setyo Prihatin

RIAU1.COM -Konflik partai Demokrat yang melahirkan dualisme kepengurusan terus memanas. Kedua kubu baik Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Moeldoko versi Kongres Luar Biasa (KLB) tidak ada yang mau mengalah satu sama lain.

Pengamat ilmu politik UIR Panca Setyo Prihatin menyampaikan analisanya menyangkut prahara Demokrat yang berpotensi berkepanjangan. Ia menyinggung demikian karena mencuatnya perhelatan KLB pada Jumat lalu di Deli Serdang oleh kader partai senior yang dipecat oleh ketua umum seperti Joni Alen, Maxx Sopacua, Marzuki Ali, Darmizal dan lain-lain.

Menurutnya perpecahan itu harus dilihat dari dua sisi yang berimbang. Pertama terkait pengelolaan parpol modern haruslah akomodatif, tidak memaksa kehendak dan transparan serta membuka perbedaan pendapat sebagai energi penguat kerja parpol. 

"Persepsi ini mengental dengan isu oligarki politik, dimana penguasaan parpol hanya pada elit terdekat dan terkesan premordialistik, sehingga dinamika terkunci dalam bejana panas yang sewaktu waktu bisa meledak, maka dari itu yang terjadi pada beberapa kader yang merasa parpol susah bisa diajak bicara, secara politik kader senior yang memang memiliki akses pada kekuasaan akan membangun komunikasi dengan sejuta agenda politik kepentingan menghadapi pesta demokrasi selanjutnya,"katanya. Selasa 9 Maret 2021.

Dan hadirnya Moeldoko lanjutnya sebagai ketua hasil KLB menguatkan jika intervensi kekuasaan itu ada, dan Demokrat dianggap sebagai partai diluar pemerintah maka situasi ini sangat mungkin dimanfaatkan untuk menghancurkan partai dari dalam.

"Saat ini sembari menunggu hasil verifikasi kemenkumham terkait dengan legalitas kubu mana yang akan diberikan, menurut saya dualisme ini masih jauh ke babak berikut nya tapi paling tidak dualisme ini akan memperlambat kerja politik partai Demokrat karna waktu tenaga dan fikiran terkuras pada agenda kepentingan internal, sehingga jargon berkoalisi dengan rakyat yang sangat tepat itu bisa tidak berjalan,"paparnya.

Kedua kaitannya dengan konstalasi di parpol termasuk Demokrat. Menurutnya suatu hal yang biasa, perbedaan tafsir dan kepentingan dan kemudian diakhiri dengan perang kekuasaan dengan pecat memecat kader membuat situasi internal parpol menjadi tambah runyam.  

"Maka sebagai bentuk solusinya harus ada mediasi yang baik dari semua pihak untuk menyelesaikan konflik internal ini termasuk misalnya membangun kebersamaan kembali dari semua pihak yang bertikai, misalnya difasilitasi oleh ketua dewan kehormatan partai,"ujarnya.

Dan tidak boleh tambahnya membangun eforia masa lalu dengan menyesalkan atas pemberian jabatan yang pernah diberikan kepada Moeldoko sebagai panglima.

"Itu tidak elok sebab pemberian jabatan dan kedudukan tentu sudah melalui pertimbangan yang matang dan kembalikan fungsi partai sebagai kendaraan politik yang menjembatani kepentingan rakyat dengan pemerintahannya,"tutupnya.