Usulan Dirut PHR, Penyelaras Migas LAM Riau Angkat Suara

5 Mei 2021
Tuntutan Masyarakat Riau Tolak Dirut Pertamina Hulu Rokan yang Bukan Putra Daerah di Kantor Gubernur

Tuntutan Masyarakat Riau Tolak Dirut Pertamina Hulu Rokan yang Bukan Putra Daerah di Kantor Gubernur

RIAU1.COM - Beredar surat Pertamina kepada SKK Migas, tentang rekomendasi Menteri BUMN untuk penunjukan Jafee Suardin sebagai Direktur Pertamina Hulu Rokan (PHR) menggantikan RP Yudantoro.

Jika surat itu benar, hal tersebut sangat disesalkan akademisi dan pemerhati Migas Riau, Dr. Nurkhozin S. Hadi. Sebab kata dia, nama Jafee Suardin adalah nama yang cukup baru di industri migas tanah air.

"Selain nama baru di industri migas, dia diangkat menjadi deputi perencanaan SKK Migas karena kedekatannya dengan Archandra Tahar, mantan Wakil Menteri ESDM yang merupakan teman satu almameter di Amerika Serikat," kata Nurkhozin yang juga penyelaras Migas Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau dalam siaran tertulis yang diterima redaksi, Rabu 15 Mei 2021.

Menurut data yang diperoleh, Jafee sebut dia, tidak mempunyai pengalaman yang cukup di oil gas upstream industri. Hanya sekitar tujuh tahun bekerja sebagai engineer, itu pun di bidang keselamatan kerja (HES) pada proyek di Shell Oil. Setelah itu ditunjuk langsung jadi deputy perencanaan SKK Migas pada tahun 2017. 

"Seluruh praktisi industri Migas tahu bahwa pengalaman tersebut hanya seperti fresh graduate saja, tidak cukup untuk memimpin industri Migas sebesar blok Rokan dengan operasi yg sangat komplek," ujarnya.

Tambah dia, karena kedekatan dengan Archandra Tahar yang didukung Menko Luhut ini, diisukan Jaffe dipilih menjadi Dirut PHR," kalau mau melihat lebih dalam, sangat banyak sekali praktisi perminyakan yang sudah 20 tahunan  lebih, dan memang bekerja di industri migas yang kapable memimpin blok Rokan baik dari Chevron (CPI) sendiri maupun dari Pertamina," paparnya.

Sementara Dirut PHR Yudantoro, sambung dia, sudah melakukan transisi selama dua tahun lebih dalam alih kelola blok Rokan, dan sudah berpengalaman lebih dari 30 tahun di Oil Gas industri, dengan track record pernah menjadi Direktur dan Vp Pertamina di berbagai Area. 

"Jaffe Suardin sendiri tidak pernah memimpin langsung daerah operasi Migas, sangat tidak kapable untuk memimpin blok Rokan. Sebaiknya Presiden RI membatalkan penunjukan Jaffe yang syarat KKN dan kepentingan ini dan tanpa fit and propert test," menurut dia menerangkan.

Jika syarat jadi Dirut PHR hanya lulusan luar negeri, Nurkhozin melihat sangat banyak praktisi migas dan dosen yang sudah Doktor dari luar negeri dan sudah proven. Namun tentunya, ujar dia, pengalaman akademis saja tidak cukup tanpa pengalaman operasional.

"Pengalaman Jaffe hanya bersifat administratif, seharusnya beliau belajar menjadi General Manager operation dulu di area Migas sebelum menjadi Dirut PHR," tuturnya.

Sementara Jafee ini sendiri sebut dia lagi, di isukan dalam memimpin di SKK Migas saja tidak berhasil dan cenderung banyak belajar kepada staf di SKK migas. 

"Leadership yang egosentris menjadikan Jaffe diangap sok tahu di industri ini, termasuk target produksi Migas 1 juta barel yang tidak berlandaskan data ilmiah juga berasal dari dia. Dan hal ini banyak ditentang oleh ahli migas tanah air, seperti Andang Bachtiar," ungkapnya.

Sebaiknya, saran Nurkhozin, pemerintah tetap mempertahankan alih kelola ini sampai selesai 8 Agustus 2021 dan setelah berjalan 6 bulan sampai 1 tahun baru dilakukan seleksi Dirut PHR yang kompeten dan kapable.

"Jika seperti ini proses pemilihan pimpinan BUMN dan pengelolaan Migas tanah air, maka yakinlah produksi blok Rokan akan tambah anjlok. Dan pemerintah berspekulasi terhadap produksi minyak nasional dengan memilih pemimpin yang kurang pengalaman," demikian Dr Nurkhozin.