Senior Petroleum Engineer sekaligus Kepala Proyek Venus Afrilia Elisa melihatkan minyak bumi hasil pengeboran kru pengebor pimpinan Yoga Handita di ladang minyak Minas. Foto: Surya/Riau1.
RIAU1.COM -Di balik gemuruh mesin di perut bumi Riau, ada kisah panjang tentang perjuangan manusia menaklukkan waktu, teknologi, dan tantangan alam demi satu tujuan yaitu menjaga api energi negeri agar tak padam. Kisah itu bermula dari ratusan tahun silam.
Saat itu, manusia untuk pertama kalinya menemukan cairan hitam pekat yang kini menjadi urat nadi peradaban modern. Cairan hitam pekat itu dinamakan minyak bumi.
Jejak Awal
Adalah Edwin L Drake, mantan kondektur kereta api, yang pada tahun 1859 di Titusville, Pennsylvania, Amerika Serikat, berhasil mengekstraksi minyak bumi secara komersial. Dengan teknik pengeboran sederhana menyerupai sumur air, ia membuka babak baru dalam sejarah energi dunia.
Keberhasilannya memantik lahirnya industri minyak bumi modern. Beberapa tahun kemudian, John D Rockefeller mendirikan Standard Oil Company. Perusahaan ini menjadikannya perusahaan minyak terbesar di Amerika Serikat dan simbol dari awal revolusi industri berbasis minyak.
Ladang Emas Hitam
Gelombang penemuan minyak bumi kemudian sampai ke tanah Hindia Belanda. Di penghujung abad ke-19, perusahaan Belanda bernama Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM), bagian dari Royal Dutch Shell, melakukan eksplorasi di tanah Riau.
Dari hasil kerja keras mereka, dua ladang minyak legendaris lahir, Minas dan Duri. Dua ladang minyak ini ditemukan pada tahun 1941.
Minyak mentah dari Minas terkenal berkualitas tinggi. Minyaknya menjadi incaran perusahaan-perusahaan besar dunia.
Pasca kemerdekaan Indonesia, aset-aset asing dinasionalisasi. Namun, di Riau, pemerintah Indonesia memilih jalan kolaborasi.
Perusahaan asing California Texas Oil Company (Caltex) tetap dipercaya untuk mengelola ladang minyak tersebut. Hingga akhirnya pada tahun 2001, Caltex diakuisisi oleh Chevron Pacific Indonesia (CPI). Sejak itu, nama Chevron menjadi ikon pengelolaan minyak di Rokan.
Alih Kelola ke PHR
Tanggal 9 Agustus 2021 menjadi tonggak bersejarah. Setelah 97 tahun dikelola asing, Blok Rokan resmi kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi. Pemerintah Indonesia memberikan amanah pengelolaan kepada PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), anak perusahaan Pertamina yang bergerak di bidang hulu migas.
“Pertamina mendapatkan amanah untuk mengelola Wilayah Kerja Rokan sejak 9 Agustus 2021. PHR melanjutkan pengelolaan ini selama 20 tahun ke depan,” kata Manager Corporate Communications PHR Sonitha Poernomo.
Blok Rokan membentang seluas 6.200 kilometer persegi, melintasi tujuh kabupaten dan kota di Provinsi Riau. Dengan 80 lapangan aktif, 11.300 sumur, dan 35 stasiun pengumpul, wilayah ini menyumbang seperempat produksi minyak nasional.
Namun, warisan besar tak selalu datang tanpa tantangan. PHR harus menghadapi fakta.
Sebagian besar sumur di Rokan telah tua. Banyak di antaranya mulai kehabisan cadangan minyak. Tantangan ini justru menjadi awal dari deretan inovasi revolusioner yang kini mengubah wajah industri migas nasional.
Rahasia Bumi
Earth Scientist di PHR Azarico Putra mengungkapkan, minyak dan gas bumi terbentuk dari mikroorganisme laut purba yang mati sekitar 300 juta tahun silam. Lapisan-lapisan fosil ini dimasak oleh panas dan tekanan bumi.
Panas dan tekanan bumi itu menjadikan fosil-fosil plankton itu cairan berharga yang kini menjadi sumber energi utama dunia. Untuk menemukan “emas hitam” itu, para ahli geologi menggunakan tiga metode.
Pertama, Surface Method adalah pemetaan batuan permukaan yang dilakukan sejak 1800-an. Kedua, Subsurface Method yaitu penggunaan gelombang seismik sejak 1900-an. Terakhir, Laboratory Method yakni analisis kimia fisika batuan sejak 1950-an. Dengan teknologi ini, tim geolog dapat menebak dimana minyak tersimpan, seberapa banyak volumenya, dan bagaimana cara terbaik mengeluarkannya ke permukaan.
Venus
Dari tangan para insinyur muda Indonesia, lahirlah inovasi luar biasa bernama Venus.
“Inovasi ini adalah gabungan antara kecerdasan manusia dan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI),” jelas Senior Petroleum Engineer sekaligus Kepala Proyek Venus Afrilia Elisa.
Venus mampu menganalisis ribuan data dari setiap sumur minyak, mulai dari kedalaman, tekanan, hingga karakter batuan. Dengan sistem cerdas ini, waktu evaluasi sumur yang sebelumnya butuh berhari-hari hanya dalam hitungan menit saat ini.
Venus berhasil menekan laju penurunan produksi (decline rate) dari 11 persen menjadi 4 persen. Bahkan, Venus mampu meningkatkan rasio keberhasilan eksplorasi hingga 78 persen.
“Dulu, kami hanya bisa mengevaluasi empat sumur per hari. Sekarang, dengan Venus, kami bisa memproses 1.500 sumur sekaligus,” ujar Elisa bangga.
PENSL
Tak berhenti di Venus, PHR juga melahirkan inovasi lain yakni PENSL (Open, Sorted, and Liner). PENSL merupakan teknologi pengeboran sumur dangkal dengan pipa berlubang.
Menurut Azarico Putra, inovasi ini membuat biaya produksi lebih hemat hingga Rp140 miliar. Inovasi ini mampu mempercepat produksi dua kali lipat dibanding metode lama.
Kini, 20 sumur dangkal di Lapangan Balam South memproduksi hingga 1.300 barel per hari (BOPD). Angka yang fantastis untuk lapangan tua.
Bumi Minas
Di lapangan minyak Minas, tim PHR bekerja siang dan malam. Seorang pengawas, Yoga Handita, memantau proses pengeboran sumur tua bernama 6 Poko 94.
“Sumur ini sudah berusia 70 tahun. Tapi, kami masih bisa menemukan zona baru di bawah reservoir lama,” katanya sambil tersenyum di balik helm keselamatan.
Dengan bantuan Venus, mereka berhasil menemukan titik minyak baru dengan perbandingan 70 persen minyak dan 30 persen air. Bukti nyata bahwa teknologi buatan anak negeri mampu menembus keterbatasan sumur tua.
Era Baru Migas
Seiring waktu, inovasi demi inovasi terus lahir di Rokan. Digitalisasi operasional menjadikan PHR sebagai pionir dalam pengelolaan migas modern di Indonesia.
Menurut perwakilan SKK Migas Sumbagut Muhammad Rohadi, PHR bukan hanya produsen minyak terbesar. Tapi, PHR juga contoh bagaimana teknologi dan kemandirian bangsa berjalan beriringan.
Kini, PHR mengelola lebih dari 12.000 sumur minyak, termasuk pengembangan Migas Non-Konvensional (MNK) di Sumur Gulamo DET-1 yang menunjukkan indikasi positif aliran hidrokarbon.
EVP Upstream Business PHR Andre Wijanarko menyebut, hasil ini langkah penting untuk membuktikan potensi energi masa depan Indonesia.
Masa Depan Energi
Dari Minas hingga Duri, dari rig hingga ruang data digital, PHR telah menjelma menjadi simbol kebangkitan teknologi migas nasional. Melalui Venus dan PENSL, para insinyur muda Indonesia membuktikan bahwa eksplorasi minyak bukan sekadar menggali tanah, melainkan menggali kecerdasan.
Saat ini, bara energi dari tanah Rokan terus menyala. Bukan hanya untuk menyalakan mesin industri, tetapi juga untuk menyalakan harapan. Bahwa, Indonesia mampu berdiri di atas kakinya sendiri sebagai kekuatan energi dunia.