
Psikolog Menjelaskan Risiko Imobilitas Tonik Dalam Kasus Pelecehan Seksual
RIAU1.COM - Masyarakat Indonesia terkejut dengan kasus pelecehan seksual dari seorang siswa perempuan yang dilakukan oleh teman sekelasnya. Insiden ini direkam dalam video viral yang memicu kemarahan publik.
Terlepas dari kasus tersebut, Psikolog Rosdiana Setyaningrum memberikan penjelasan tentang mengapa ada banyak laporan korban yang tidak dapat langsung bereaksi terhadap pelecehan seksual yang mereka temui.
Dia menyematkan ini pada faktor kejutan yang sering membuat seseorang lengah dan 'membeku' yang mungkin dikenal sebagai imobilitas tonik, atau kelumpuhan tak disengaja, di mana seseorang tidak dapat menanggapi pelanggaran.
“Ada juga saat-saat di mana orang itu sangat terkejut sehingga mereka tidak dapat dengan cepat bereaksi. Para korban pelecehan seksual kadang-kadang akan mengalami perasaan kebingungan yang mendadak ini, terutama jika itu pelecehan fisik atau jika dilakukan dalam suatu kelompok. Jangankan pelecehan verbal yang umumnya bisa ditanggapi, ”kata psikolog itu.
Echoing Rosdiana, psikolog Bunda Romi mengatakan dia sering menemukan kasus-kasus di mana para korban takut untuk melawan karena ketakutan yang sangat besar terhadap dominasi pelaku.
“Ketika rasa takut menyerang, itu pada dasarnya adalah saat orang tersebut sangat gelisah menghadapi pertemuan seperti itu. Orang tersebut harus memikirkan reaksi dan apa yang akan menyebabkan reaksi mereka jika mereka memiliki kekuatan. Tetapi jika mereka terintimidasi atau lebih rendah kekuatannya dibandingkan dengan intimidator, mereka pada akhirnya tidak dapat menghadapi pelecehan. Jadi itu bukan kasus di mana korban menyetujui tindakan itu tetapi kami karena takut [bahwa mereka tidak dapat bereaksi terhadap pelecehan seksual], ”kata Bunda Romi.
Fenomena imobilitas tonik diakui dalam jurnal Acta Obstetricia et Gynecologica Scandinavica (AOGS) 2017 dimana para ahli mencatat 70 persen korban perkosaan mengalami fenomena ini.
R1/DEVI