Turun ke Jalan Jelang Sidang Putusan MK, Abdullah Hehamahua: Kecurangan Pemilu Termasuk Korupsi

27 Juni 2019
Mantan Penasihat KPK, Abdullah Hehamahua

Mantan Penasihat KPK, Abdullah Hehamahua

RIAU1.COM - Mantan Penasihat KPK, Abdullah Hehamahua memastikan akan kembali turun ke jalan menggelar aksi damai di sekitaran Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) jelang putusan sengketa PHPU Pilpres 2019.

"Insya Allah pagi ini kami hadir lagi di sekitar gedung MK," kata Abdullah Hehamahua, dilansir Republika.co.id, Kamis 27 Juni 2019.

Abdullah mengungkapkan, meski merupakan aktivis antikorupsi, ia merasa perlu hadir pada agenda politik di sidang-sidang putusan MK, karena dalam undang-undang tindak pidana korupsi itu ada tujuh kategori korupsi. Diantaranya tindakan merugikan keuangan negara, suap menyuap, pemerasan dan gratifikasi.

"Sehingga dari situ saya melihat bahwa dalam ilmu korupsi itu ada yang disebut berdasarkan motif ada yang disebut corruption by need, corruption by opportunity dan corruption by exploration," ungkapnya.

Abdullah menyatakan, korupsi karena kebutuhan seperti ASN ada sekitar 60 persen akibat gaji kecil, kemudian korupsi karena serakah seperti yang dilakukan para pejabat. Sementara target atah hasil sebut political corruption, material corruption dan intellectual corruption.

Karena aksi di MK ini merupakan bagian dari memerangi political corruption. Sebab political corruption itu, korupsi melalui peraturan perundang-undangan, kebijakan yang kelihatannya bagus tapi punya kepentingan-kepentingan tetentu. "Maka saya lihat dari undang-undang Pemilu dan Pilpres sampai hari ini, kecurangan pemilu masuk kategori korupsi politik," tegasnya.

Abdullah pun merasa terpanggil setelah melihat kecurangan-kecurangan yang terjadi di Pilpres saat ini. Karena kata dia jika kecurangan ini terus dibiarkan bisa membahayakan masa depan negara. Apalagi, semua media massa mainstream, mahasiswa, perguruan tinggi, dan LSM yang biasa selama ini aktif, tidak ada yang bergerak melawan.

"Maka dari itu saya berpikir ini saya harus selamatkan sebagai salah seorang murid Muhammad Nasir Saya tidak inginkan NKRI bubar karena kecurangan," katanya.

Abdullah mengaku, tidak ingin NKRI bubar dan diusahakan ada negara baru oleh pihak-pihak tertentu karena penjajahan asing dan aseng begitu masif tanpa kontrol. "Hal seperti ini sudah terlihat tanda-tanda nya maka saya aksi untuk menyelamatkan negara ini," sebutnya.

Soal aksinya ini, Abdullah Hehamahua yang juga koordinator Gerakan Kedaulatan Rakyat (GKR) menyatakan sudah menyampaikan pemberitahuan kepada aparat kepolisian di Polda Metro Jaya akan menggelar aksi. "Kami sudah mengirim surat pemberitahuan ke polda atas kegiatan tersebut," ungkapnya.

Abdullah mengatakan, aksi pada putusan akhir sengketa PHPU bukan atas nama kelompok apalagi dorongan dari pihak lain. Polda Metro mencatat ada 10 elemen masyarakat yang akan turun ke jalan saat putusan MK. "Saya hadir atas nama pribadi," imbuhnya.

Ia mengatakan, tidak suka mengajak orang untuk mengikuti aksi hari ini. Untuk itu dia mengaku tak mengetahui berapa yang hadir iku bersamanya aksi ke MK pada pagi hari ini. "Saya tidak suka pergerakan apa orang yang datang karena kan masa mengalir aja secara individu," katanya lagi.

Abdullah  mengimbau kepada massa yang ikut aksi secara pribadi maupun kelompok untuk tetap tertib. Himbaun untuk tertib sudah disampaikan Abdullah sejak tanggal 14 Juni 2019 saat hadir aksi pertama di MK.

"Datang secara teratur, tertib, sopan sebagai seorang Muslim, sebagai warga negara yang bertanggung jawab jangan menimbulkan kerusuhan kericuhan," imbaunya.

Abdullah memastikan kalaupun ada orang saat aksi melakukan tindakan anarkasi yang mengakibatkan kerusuhan, dipastikan itu bukan kelompok yang telah bertekad hadir di MK untuk tertib.

"Seperti sudah saya sampaikan bahwa datang secara tertib kita Shalat Zuhur berjamaah di tempat acara, shalat Ashar berjamaah di tempat acara sudah itu bubar dengan tertib kalau ada lagi kerusuhan itu bukan dari kita itu orang lain," tegasnya.