Dijanjikan Kerja ke UEA Malah Jadi Admin Kripto di Myanmar

14 Juli 2025
Polri bongkar kasus perdagangan orang ke Myanmar. (Dok. Polri)

Polri bongkar kasus perdagangan orang ke Myanmar. (Dok. Polri)

RIAU1.COM - Direktorat Tindak Pidana PPA dan PPO Bareskrim Polri membongkar tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang diperkerjakan di Myanmar. Satu orang ditangkap atas kasus ini.

Direktur PPA dan PPO Bareskrim Polri, Brigjen Nurul Azizah menjelaskan, sosok yang ditangkap adalah HR. Untuk melakukan kejahatannya, HR menjanjikan pekerja migran ilegal untuk diperkerjakan di Uni Emirat Arab (UEA), namun justru dikirim ke Myanmar untuk bekerja menjadi admin Kripto.

"Para pelaku memfasilitasi seluruh proses, mulai dari pembuatan paspor, interview melalui video call WhatsApp, hingga pembelian tiket pesawat dari Pangkal Pinang ke Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta," kata Nurul dalam keterangannya, Senin (14/7/2025) yang dimuat iNews.id.

Untuk memuluskan akal bulusnya, pelaku juga menjanjikan upah gaji 26.000 baht setiap bulan. Namun dalam perjalanannya, para pekerja justru mengalami eksploitasi bahkan gajinya tidak sesuai.

"Tim berhasil menangkap tersangka HR di Jakarta pada 20 Maret 2025. HR berperan aktif dalam proses perekrutan dan pengiriman korban ke luar negeri," tuturnya.

Nurul juga mengungkap bahwa ada pelaku lainnya yaitu IR. Kini IR juga masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).

"IR berperan dalam pengaturan akomodasi, pemesanan tiket hingga pengantaran korban ke Myanmar. Kami telah menerbitkan DPO dan mendistribusikannya ke jajaran kewilayahan untuk dilakukan upaya paksa," ucap Nurul.

Polisi juga menyita sejumlah barang bukti di antaranya 6 buah paspor, 2 unit handphone, 2 bundel rekening koran, 1 unit laptop dan 3 bundel manifes penumpang.

Tersangka HR akan segera dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Bangka, Provinsi Bangka Belitung pada 14 Juli 2025 untuk proses hukum lebih lanjut.

"Kasus ini adalah bukti nyata bagaimana para pelaku TPPO terus mencari cara untuk mengeksploitasi korban dengan berbagai modus baru. Kami mengingatkan masyarakat agar tidak mudah tergiur dengan iming-iming pekerjaan bergaji tinggi dari pihak yang tidak jelas legalitasnya," ujar Nurul.

Para tersangka dijerat dengan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda hingga Rp600 juta. Mereka juga dijerat Pasal 81 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.