
Kejati Riau Tetapkan Tiga Tersangka Korupsi Proyek Pembangunan Pelabuhan
RIAU1.COM - Tiga orang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Pelabuhan Sagu-Sagu Lukit Tahap V di Kabupaten Kepulauan Meranti oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) dan Humas Kejati Riau, Zikrullah, dalam pernyataan resmi mengungkapkan bahwa ketiga tersangka masing-masing berinisial MRN, HB, dan RN.
“MRN merupakan Direktur PT Berkat Tunggal Abadi sebagai pelaksana proyek. HB menjabat sebagai Direktur Utama PT Gumilang Sajati selaku konsultan pengawas. Sementara RN adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dari Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Kementerian Perhubungan,” terang Zikrullah, Selasa, 8 Juli 2025.
Meski baru tiga orang yang ditetapkan sebagai tersangka, Zikrullah menegaskan bahwa penyidikan masih berjalan dan kemungkinan adanya tersangka tambahan terbuka lebar.
“Proses penyidikan terus kami kembangkan. Tidak tertutup kemungkinan akan ada pihak lain yang menyusul,” tegasnya.
Saat ini, penyidik fokus menyusun dan merampungkan berkas perkara untuk segera dilimpahkan ke tahap penuntutan, sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Guna memperlancar proses penyidikan, ketiganya langsung ditahan selama 20 hari ke depan di Rumah Tahanan (Rutan) Sialang Bungkuk, terhitung sejak 8 Juli 2025 hingga 27 Juli 2025.
Kejati Riau juga mengantongi hasil audit resmi dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Dari hasil penghitungan tersebut, negara ditaksir merugi hingga Rp12,5 miliar akibat praktik korupsi pada proyek strategis tersebut. Diketahui proyek senilai miliaran rupiah ini berlangsung pada tahun anggaran 2022 dan 2023.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) KUHP. Ancaman pidana maksimalnya mencapai 20 tahun penjara.
Kejati Riau memastikan bahwa penegakan hukum terhadap kasus korupsi, khususnya yang merugikan keuangan negara dalam jumlah besar, akan terus menjadi prioritas utama. ***