Anggap Polusi Udara, Israel akan Larang Adzan di Palestina

13 Juni 2025
Salah satu masjid di Palestina

Salah satu masjid di Palestina

RIAU1.COM - Menteri Perlindungan Lingkungan Hidup Israel, Idit Silman, mengirimkan surat resmi kepada Inspektur Jenderal Polisi, Danny Levy, yang memintanya untuk segera mengambil tindakan untuk mengurangi apa yang disebutnya sebagai "polusi suara" akibat penggunaan pengeras suara di masjid-masjid, terutama suara adzan.

Hal ini dalam sebuah langkah yang digambarkan sebagai tindakan provokatif dan membuka pintu bagi eskalasi baru terhadap simbol-simbol agama Islam di dalam Palestina dan Yerusalem.

Permintaan Menteri tersebut berfokus pada pemberlakuan kontrol yang ketat terhadap masjid-masjid yang terletak di kota-kota pesisir (campuran) dan lingkungan Arab di 48 wilayah, seperti Jaffa, Lod, Ramle, Haifa, dan Beersheba, di samping kota Yerusalem yang diduduki.

Ini dengan fokus pada tiga masjid tertentu yaitu Masjid Al-Saksakk di Jaffa, Masjid Agung Al-Omari di Lod, dan Masjid Ein Silwan di Yerusalem.

Surat Silman, dikutip dari Aljazeera, Kamis (12/6/2025), menyatakan Kementeriannya telah menerima "keluhan berulang kali" tentang apa yang dia gambarkan sebagai suara keras dari pengeras suara masjid.

Dia mencatat bahwa tim Kementerian melakukan pengukuran akustik yang mengungkapkan "pelanggaran serius" terhadap batas-batas hukum, seperti yang dia katakan.

Yang menonjol dalam pidato Menteri adalah eskalasi dalam nada bicara, karena dia mengatakan bahwa masalah ini bukan lagi hanya masalah lingkungan, tetapi juga "masalah tata kelola dan penegakan hukum".

Dia menyerukan langkah-langkah "tegas" yang mencakup mengaktifkan alat pemantau kebisingan, mengenakan denda, menyita pengeras suara, dan bahkan membuka berkas investigasi terhadap mereka yang dia gambarkan sebagai "pelanggar".

Penyempitan dan Yudaisme

Dia membandingkan situasi di Israel dengan negara-negara Arab seperti Mesir dan Arab Saudi.

Dia juga mengklaim bahwa negara-negara tersebut "memberlakukan pembatasan yang jelas terhadap pengeras suara di masjid-masjid," dan menambahkan bahwa "kekosongan hukum" di Israel telah "memperparah fenomena tersebut."

Di antara masjid-masjid yang menjadi sasaran, Masjid Ein Silwan di Yerusalem merupakan kasus khusus, karena lokasinya yang sensitif dan sekitarnya yang meradang akibat perluasan pemukiman.

Masjid bersejarah ini, yang merupakan salah satu masjid tertua di lingkungan Silwan, telah menghadapi pengepungan yang mencekik selama bertahun-tahun akibat pendirian pos-pos permukiman di sekitarnya.

Jalan-jalan yang mengarah ke sana dari "tanah Al-Hamra" telah ditutup, setelah disita oleh para pemukim pada akhir 2022, sebuah langkah yang memicu kemarahan warga Yerusalem.

Menurut para pengamat, dimasukkannya masjid ini dalam surat Silman bukanlah sebuah kebetulan belaka, melainkan bagian dari proses panjang upaya untuk meng-Yahudi-kan tempat tersebut dan melumpuhkan kehadiran Islam di dalamnya.

Alasan dan motif

Dalam sebuah pembacaan terhadap alasan dan motif keputusan Israel untuk menyerang suara azan, Syekh Kamal Al-Khatib, Kepala Komite Kebebasan di Pedalaman Palestina, percaya bahwa penargetan suara azan mencerminkan euforia kekuasaan yang dialami oleh sayap kanan Israel.

Hal ini sehubungan dengan eskalasi agresi terhadap Palestina, di tengah-tengah kebisuan dunia internasional dan keterlibatan sejumlah rezim Arab dan Islam, dan terkadang bahkan partisipasi mereka dalam pengepungan Gaza.

Al-Khatib menjelaskan kepada Aljazeera Net bahwa rasa superioritas dan kekuatan ini memperkuat kebencian dan kedengkian Israel dan memicu kecenderungan mereka terhadap eskalasi

Hal ini sebagaimana dibuktikan dengan serangan berulang kali ke Masjid Al Aqsa dan meningkatnya penargetan situs-situs suci Islam, serta upaya untuk membungkam azan sebagai simbol identitas Islam di pedalaman Palestina dan Yerusalem.

Dia menunjukkan bahwa kegigihan Israel ini berasal dari keyakinan bahwa dunia Arab dan Islam tidak akan menanggapi, dan bahwa tidak adanya sikap jera telah mendorong pendirian Israel untuk terus menargetkan simbol-simbol nasional dan agama rakyat Palestina.

Khatib menekankan bahwa kebijakan-kebijakan ini tidak akan lolos, dan bahwa azan akan terus dikumandangkan meskipun ada upaya untuk membungkamnya, karena rakyat Palestina berkomitmen pada identitas agama dan kebangsaan mereka dan tidak akan membiarkannya dibungkam.

Khatib memperingatkan bahwa keputusan-keputusan tersebut hanya akan menambah bahan bakar ke dalam api, karena akan menimbulkan gesekan dan ketegangan dalam masyarakat yang sudah terbakar.

"Di bawah pengaruh euforia kekuasaan dan kegilaan akan superioritas, kebijaksanaan dan nalar menjadi tidak ada, sehingga mendorong seluruh wilayah ini ke arah peradangan yang lebih jauh," katanya.*