Suasana malam di hawker center Lau Pa Sat di Singapura/Kompas.com
RIAU1.COM - Singapura mengalami gelombang besar penutupan usaha makanan dan minuman sepanjang 2024. Lebih dari 3.000 gerai UMKM gulung tikar.
Jumlah ini menjadi yang tertinggi dalam hampir dua dekade dan mencerminkan tekanan berat di sektor kuliner negara tersebut.
Menurut laporan CNA yang dimuat Rmol.id, penutupan melonjak di tengah melemahnya bisnis dan meningkatnya biaya operasional yang sulit ditanggung pelaku usaha.
Wine RVLT, bar anggur yang berdiri hampir delapan tahun di Carpenter Street, menjadi salah satu yang ikut berhenti beroperasi setelah pemilik menyatakan usaha itu tak lagi berkelanjutan.
Direktur sekaligus co-founder Wine RVLT, Ian Lim, menuturkan bahwa posisi mereka sebagai bisnis kecil membuat ruang negosiasi sangat terbatas.
“Kami berada pada belas kasihan pemilik gedung. Kami tidak punya banyak kekuatan untuk bernegosiasi karena kami hanya mengelola satu lokasi,” ujarnya, dikutip Rabu, 26 November 2025.
Lim menambahkan bahwa kenaikan biaya terjadi terus-menerus, sementara harga menu tak berubah selama beberapa tahun.
Para analis menilai penurunan transaksi F&B dipicu kuatnya nilai dolar Singapura yang mendorong warga lebih banyak belanja di luar negeri.
Kondisi ini diperburuk oleh pemulihan wisatawan mancanegara yang belum sepenuhnya kembali, termasuk dari Tiongkok.
Meski penutupan melonjak, tercatat ada 3.793 gerai baru yang dibuka pada 2024. Persaingan pun semakin ketat, membuat banyak UMKM tak mampu bertahan.
Presiden Asosiasi Restoran Singapura, Benjamin Boh, menilai bisnis kuliner makin berat di tengah sewa mahal, kekurangan tenaga kerja, dan persyaratan Model Upah Progresif.
“Sentuhan manusia sangat penting dalam makanan dan minuman, dan teknologi hanya dapat berkembang sejauh ini,” ucap Boh, dikutip The Straits Times*