Susul Australia, Negara Ini akan Larang Anak Main Medsos

12 November 2025
Ilustrasi/Net

Ilustrasi/Net

RIAU1.COM - Pemerintah Denmark akan melarang anak-anak main sosial media (Medsos). Rencana ini menyusul kebijakan yang akan diberlakukan pemerintah Australia pada Desember 2025 mendatang.

Berbeda dengan Australia yang akan melarang penggunaannya untuk anak di bawah usia 16 tahun. Denmark memberikan batasannya bagi anak di bawah usia 15 tahun.

"Apa yang disebut media sosial ini berkembang dengan cara mencuri waktu, masa kanak-kanak, dan kesejahteraan anak-anak kita, dan kami akan menghentikannya sekarang," ujar Menteri Digitalisasi Denmark, Caroline Stage Olsen, Kumparan mengutip Reuters.

Pernyataan itu menyusul pidato dari Perdana Menteri Mette Frederiksen di sidang parlemen pada Jumat (7/11) pekan lalu. Ia menyampaikan alasan larangan media sosial untuk anak adalah karena kekhawatirannya terhadap kesehatan mental anak muda.

Parlemen Denmark pun mendukung atas inisiatif ini. Namun menekankan agar larangan ini tidak mengucilkan anak-anak dari dunia digital, melainkan melindunginya dari konten-konten yang berbahaya bagi anak.

Di Denmark sendiri, platform media sosial yang paling banyak digunakan oleh anak-anak adalah Snapchat, YouTube, Instagram dan TikTok. Sementara itu, menurut sebuah analisis dari otoritas persaingan dan konsumen Denmark pada Februari 2025, anak muda di negara Nordik tersebut menghabiskan rata-rata 2 jam 40 menit setiap hari di media sosial.

Olsen menyebut 94% anak-anak Denmark di bawah usia 13 tahun memiliki profil di setidaknya satu platform media sosial, dan lebih dari separuh dari mereka yang berusia di bawah 10 tahun juga memilikinya.

"Jumlah waktu yang mereka habiskan online, jumlah kekerasan, tindakan menyakiti diri sendiri yang mereka saksikan secara online, terlalu berisiko bagi anak-anak kita," ujarnya, mengutip AP.

Dengan kondisi ini, Olsen mengatakan pemerintah akan berupaya cepat dalam menerbitkan regulasinya. Namun ia juga menyatakan tak ingin terburu-buru agar regulasi yang dibentuk nantinya bisa tepat dan tidak rentan diakali oleh industri teknologi yang mengelola platform media sosial.

“Saya dapat meyakinkan Anda bahwa Denmark akan mempercepat prosesnya, tetapi kami tidak akan melakukannya terlalu cepat karena kami harus memastikan bahwa peraturannya tepat dan tidak ada celah hukum yang dapat dimanfaatkan oleh para raksasa teknologi," kata Olsen.

Terkait di Australia, larangan penggunaan media sosial di sana telah membuat platform seperti TikTok, Facebook, Snapchat, Reddit, X, dan Instagram dapat dikenai denda hingga 50 juta dolar Australia atau Rp 545 miliar (kurs Rp 10.900) bila gagal mencegah anak di bawah usia 16 tahun memiliki akun. Aturan ini akan diterapkan pada 10 Desember 2025.

Meski tak menjelaskan lebih lanjut bagaimana penerapannya, di Denmark nantinya akan menggunakan sistem ID elektronik nasional, identitas elektronik yang hampir semua warga Denmark di atas usia 13 tahun memilikinya.
Ia berencana untuk membuat aplikasi verifikasi usia yang juga sedang diuji oleh beberapa negara Uni Eropa lainnya.

“Kami tidak bisa memaksa para raksasa teknologi untuk menggunakan aplikasi kami, tetapi yang bisa kami lakukan adalah memaksa mereka untuk melakukan verifikasi usia yang layak, dan jika tidak, kami dapat menegakkan aturan melalui komisi Uni Eropa dan memastikan mereka akan didenda hingga 6% dari pendapatan global mereka,” terang Olsen.

Uni Eropa sendiri sudah memiliki aturan yang membatasi media sosial bagi anak yang telah berlaku dalam 2 tahun terakhir.

Undang-Undang Layanan Digital Uni Eropa (The EU’s Digital Services Act) telah melarang anak-anak di bawah usia 13 tahun untuk memiliki akun di media sosial TikTok dan Instagram, platform berbagi video YouTube dan Twitch, dan situs Reddit dan Discord, serta pendamping AI.

Sejumlah platform mengklaim telah memiliki aturan yang bertujuan melindungi anak dalam menggunakan aplikasi medsos. Kendati demikian, Olsen menilai platform gagal dalam melindungi anak dari konten berbahaya di media sosial.

Kini sudah saatnya bagi pemerintah untuk mengambil kendali atas masa depan anak-anak, alih-alih menunggu para pemilik platform bertindak.

"Kami telah memberi para raksasa teknologi begitu banyak kesempatan untuk mengambil tindakan dan melakukan sesuatu terhadap apa yang terjadi di platform mereka. Mereka tidak melakukannya. Jadi sekarang kami akan mengambil alih kendali dan memastikan masa depan anak-anak kami aman," tutupnya.*