Gunakan Bibit Sawit Palsu Dapat Dipenjara 5 Tahun, LPPNRI Sarankan Gunakan Bibit Bersertifikasi

Gunakan Bibit Sawit Palsu Dapat Dipenjara 5 Tahun, LPPNRI Sarankan Gunakan Bibit Bersertifikasi

5 Maret 2021
Gunakan Bibit Sawit Palsu Dapat Dipenjara 5 Tahun, LPPNRI Sarankan Gunakan Bibit Bersertifikasi

Gunakan Bibit Sawit Palsu Dapat Dipenjara 5 Tahun, LPPNRI Sarankan Gunakan Bibit Bersertifikasi

RIAU1.COM -Kunci sukses Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) diantaranya adalah penggunaan bibit unggul. Penggunaan bibit sawit palsu akan merugikan petani sekaligus merupakan pelanggaran hukum.

Ini karena sangat jelas sanksi bagi pengedar benih sawit palsu tanpa sertifikasi sesuai UU 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman diancam pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp250 juta. 


Demikian disampaikan Ketua DPP Lembaga Pemantau Penyelenggara Negara Republik Indonesia ( LPPNRI) Riau, Dedi Syahputra Sagala kepada media ini, Jumat (5/3/2021), disela kegiatan pengawasan program PSR di Kecamatan Tapung, Kabupaten Kampar, Riau. 

"Bagi petani peserta PSR, baik itu kelompok tani, Gapoktan, dan Koperasi Unit Desa wajib menggunakan bibit unggul bersertifikat dan pupuk sebagai gerbang utama keberhasilan PSR,"jelasnya.

Menurut dia, kendala bibit sawit palsu yang kerap melanda petani menjadi salah satu akar masalah dalam mengejar target pemerintah meningkatkan produktivitas sawit rakyat. 

Dedi menyebutkan, dari data yang diterimanya yakni hasil Survei Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), para petani sawit masih kerap terjebak dengan keberadaan bibit sawit palsu dan dugaan permainan oknum pengurus KUD, KT, Gapoktan untuk mencari keuntungan semata. 



Kemudian, sejumlah alasan yang mendasari, di antaranya 37 persen menjadi korban penipuan. Terus 14 persen tergiur harga murah. Selanjutnya, 20 persen tidak mengetahui cara membeli benih yang legal. 

Selain itu, 12 persen di antara petani terjebak penggunaan bibit palsu karena rumitnya persyaratan yang harus dipenuhi; 10 persen tidak mengetahui lokasi pembelian benih legal, dan  4 persen petani menyatakan akibat jarak tempuh dari lahan sawit ke produsen benih legal yang cukup jauh.

Dijelaskan Dedi, bagi perusahaan atau  secara perseorangan untuk bisa melaksanakan kegjatan di bidang perbenihan perkebunan. Harus memiliki SK terkait perizinan yang dikeluarkan oleh Gubernur atau Pejabat yang telah diberi kewenangan oleh Gubernur, setelah memperoleh rekomendasi UPTD Pengawasan Benih. 

Tanpa adanya Izin Usaha Produksi Benih (IUPB) atau setidaknya rekomendasi UPTD, maka bibit tidak dapat disertifikasi. Untuk mendapatkan IUPB ini wajib memiliki lahan, Tenaga Ahli dan menguasai atau memiliki benih sumber. 

"Kalaulah ingin menangkar benih maka wajib  memperoleh biji atau entres dari kebun sumber benih yang telah ditetapkan Dirjen Perkebunan atas nama Menteri Pertanian. Baik milik sendiri atau pihak lain. Tanpa kejelasan asal usul benih maka bibit yang  disalurkan tidak dapat disertifikasi. 

" Jadi, setiap bibit yang disalurkan harus disertifikasi. Ketentuan ini bertujuan untuk memberikan jaminan terhadap mutu benih yang beredar bagi masyarakat petani sawit Mengedarkan benih tanpa sertifikasi merupakan tindakan bertentangan dengan hukum dan berpotensi mendapatkan sanksi," katanya. (saut)