
Ilustrasi/iStockphoto
RIAU1.COM - Sepanjang Januari hingga Mei 2025, berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Batam, tercatat 10 kasus HIV pada kelompok usia remaja 15–19 tahun. Angka ini turun drastis dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 44 kasus.
Kepala Dinas Kesehatan (Kadisnkes) Kota Batam, Didi Kusmarjadi, menyebutkan bahwa penurunan tersebut menjadi indikasi awal bahwa kampanye edukasi yang menyasar generasi muda mulai berdampak.
“Januari hingga Mei ini ada 10 kasus HIV dari kelompok usia 15–19 tahun, terdiri dari 9 laki-laki dan satu perempuan. Sementara sepanjang 2024, terdapat 44 kasus, dengan rincian 37 laki-laki dan 7 perempuan,” ujar Didi, Senin (30/6) yang dimuat Batampos.
Secara kuantitatif, penurunan mencapai 77,3 persen. Bila dirata-ratakan, jumlah kasus pada 2024 sekitar 3,6 kasus per bulan. Sedangkan tahun ini, hanya dua kasus per bulan. Jika tren ini berlanjut, estimasi total kasus HIV remaja sepanjang 2025 diperkirakan hanya sekitar 24 kasus, tetap lebih rendah dibanding tahun sebelumnya.
Berdasarkan distribusi jenis kelamin, kasus HIV di kalangan remaja di Batam masih didominasi oleh laki-laki. Tahun 2024, 84 persen dari total kasus remaja adalah laki-laki. Sementara pada 2025, persentasenya meningkat menjadi 90 persen.
Fenomena ini menjadi perhatian tersendiri bagi Dinas Kesehatan. Selain karena tingginya proporsi kasus di kalangan remaja laki-laki, juga karena potensi penyebaran yang bisa meningkat jika tidak ada intervensi yang tepat sasaran.
“Ini menjadi sinyal bahwa edukasi dan intervensi tidak hanya menyasar kelompok rentan secara umum, tapi juga harus spesifik menjangkau laki-laki muda dengan pendekatan yang sesuai karakter mereka,” ujar Didi.
Menurut Didi, sejumlah faktor kemungkinan berperan dalam penurunan angka kasus ini, antara lain meningkatnya edukasi kesehatan reproduksi dan seksual yang dilakukan melalui sekolah maupun komunitas.Pendekatan skrining yang lebih bersifat preventif dan menyasar kelompok berisiko tinggi.
“Terakhir akses layanan kesehatan yang lebih terbuka dan ramah remaja, ” tambahnya.
Namun ia juga mengingatkan bahwa data saat ini baru mencakup lima bulan pertama, sehingga masih ada kemungkinan penambahan kasus. Selain itu, potensi under-reporting atau keterlambatan pelaporan dari fasilitas layanan juga bisa memengaruhi jumlah sebenarnya.
“Untuk skrining tetap kita lakukan secara berkala. Ini bagian dari strategi kami untuk terus mengendalikan penyebaran HIV di kalangan usia produktif,” katanya.
Sebagai langkah ke depan, Didi merekomendasikan agar program preventif dan edukatif yang selama ini dijalankan tidak hanya dilanjutkan, tapi juga diperluas. Terutama pada kelompok remaja di luar sekolah, yang seringkali lebih sulit dijangkau oleh layanan formal.*