4 Bulan Tak Terima Gaji, 95 Kepala Desa di Kepulauan Meranti Sepakat Segel Kantor Desa

4 Bulan Tak Terima Gaji, 95 Kepala Desa di Kepulauan Meranti Sepakat Segel Kantor Desa

31 Desember 2019
Seluruh kepala desa di Kepulauan Meranti melakukan rapat bersama wakil bupati Kepulauan Meranti,  Drs H Said Hasyim, mereka menuntut gaji mereka segera dibayarkan

Seluruh kepala desa di Kepulauan Meranti melakukan rapat bersama wakil bupati Kepulauan Meranti, Drs H Said Hasyim, mereka menuntut gaji mereka segera dibayarkan

RIAU1.COM - Sebanyak 95 Kepala desa di Kepulauan Meranti telah sepakat akan meliburkan semua aparatur pemerintahan desa dan menutup operasional kantor pada 2 Januari 2020 mendatang sampai dengan waktu yang tidak ditentukan.

Komitmen ini dibuat buntut dari tidak dibayarkannya gaji kepala desa dan seluruh aparatur pemerintahan desa sebanyak empat bulan lamanya pada tahun 2019 ini.

Hal itu akibat dari tidak tersalurnya alokasi dana desa (ADD) sebanyak 35 persen yang berkisar Rp230-Rp250 juta setiap desanya, dan didalamnya terdapat gaji kepala desa dan perangkat desa rata-rata mencapai Rp130 juta.

Sedangkan sistem pembayaran gaji kepala desa dan perangkat menjadi satu dengan pencairan ADD tersebut. Dan kepala desa harus kembali rela jika gajinya hangus dan tidak bisa dibayarkan.

Mahadi selaku ketua Forum Komunikasi Kepala Desa (FKKD) Kepulauan Meranti mengaku sangat memahami kondisi keuangan daerah saat ini. Untuk itu dirinya bersama kepala desa yang lain telah sepakat dan bersedia jika uang operasional mereka tidak dicairkan asalkan kebutuhan gaji mereka disalurkan.

"Ini menyangkut hajat hidup kami sebagai kepala desa dan perangkat. Kami paham dengan kondisi keuangan daerah saat ini, maka untuk itu kami rela uang operasional seperti untuk perjalanan dinas tidak dikeluarkan dan biar saja hangus, asalkan gaji kami dicairkan," kata Mahadi.

Namun apa yang diharapkan seluruh kepala desa dan perangkatnya hanya sia-sia saja, karena uang hasil titik peluh mereka tidak bisa dicairkan akibat kas daerah kosong karena tidak adanya transfer dari pusat.

Sementara itu kepala Desa Tanjung Padang, Abu Sofyan mengatakan jika dirinya malu untuk pulang ke desa dan bertemu dengan aparatur desanya karena tidak bisa memberikan kabar baik kepada mereka.

"Mau diletakkan dimana muka kami ini, gaji mereka sudah tidak keluar selama berbulan-bulan, ketika ini yang mereka harapkan juga tidak cair seperti apa nanti kami mau jelaskan kepada mereka," kata Abu.

Mahadi yang juga menjabat sebagai Ketua DPC Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Kabupaten Kepulauan Meranti itu juga mengatakan bahwa pihaknya sudah terlalu banyak bersabar karena permasalahan ini telah terjadi berulang- ulang.

"Masalah ini sudah terjadi berulang- ulang. Jika jabatan kepala desa itu enam tahun, maka selama setahun kami tidak digaji, dimana pada tahun 2016 selama 5 bulan, tahun 2017 selama 3 bulan dan tahun ini ada 4 bulan," kata Mahadi.

Kepala Desa Bagan Melibur, Isnadi menuding bahwa Pemkab Kepulauan Meranti telah melakukan pembiaran

jika permasalahan ini terjadi berkali- kali.

"Jika benar masalah ini telah terjadi berkali-kali, maka pemkab Kepulauan Meranti telah melakukan pembiaran terhadap persoalan ini," ujar Isnadi.

Dari jumlah 96 desa yang ada di Kepulauan Meranti hanya satu desa yang tidak sepakat untuk menutup kantor dan menghentikan pelayanan yakni Desa Banglas.

"Kami dari Desa Banglas tidak sepakat untuk menutup kantor, dan kami akan tetap melayani masyarakat. Karena jika  harus melayani masyarakat di rumah, itu bukan tempat pelayanan publik," kata Kepala Desa Banglas, Samsurizal.

Sementara 95 kepala desa lainnya sudah sepakat untuk menutup kantor dan hanya melayani masyarakat di rumah saja.

"Mulai tanggal 2 Januari nanti semua kantor desa kami segel dan ini telah menjadi komitmen bersama, kita cukup melayani masyarakat dari rumah saja sampai waktu yang belum ditentukan, apa yang mau kita takutkan, karena jabatan kita bukanlah jabatan karir," ujar Mahadi. 

Tidak hanya menutup kantor, didalam surat pernyataan sikap para kepala desa itu juga tidak memenuhi segala kegiatan yang dilaksanakan kecamatan maupun kabupaten sampai tuntutan mereka dipenuhi.

"Kami tidak akan memenuhi undangan agenda yang dilaksanakan oleh kecamatan di maupun kabupaten sampai tuntutan kami ini dipenuhi," ujarnya lagi.

Terkait hal ini pula, para kepala desa di Kepulauan Meranti akan melakukan audiensi bersama kementerian terkait hingga bertemu presiden Jokowi. 

"Dalam waktu dekat kami akan ke Jakarta untuk menghadap menteri bahkan presiden untuk membicarakan masalah ini. Jika tidak ada uang, anggaran untuk coffee morning bersama wartawan kami pakai dulu, dan agenda itu kami gelar kembali setelah masalah ini selesai," kata Mahadi.

Sementara itu Wakil Bupati Kepulauan Meranti, Drs H Said Hasyim yang datang bersama Kapolres, Kepala Bagian Humas dan Asisten III serta kepala dinas DPMD menghadiri rapat forum mencoba untuk mencari solusi terhadap apa yang dialami oleh kepala desa, bahkan dia sudah tiga kali mendatangi forum tersebut, karena harus bolak-balik ke Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kepulauan Meranti untuk menanyakan terhadap permasalahan keuangan sehingga beberapa anggaran kegiatan tidak bisa dicairkan.

"Saya yakin ini bukan semata-mata tentang pribadi kepala desanya, tapi karena tanggung jawabnya, sehingga dia sanggup meninggalkan tanggung jawabnya demi memperjuangkan haknya. Namun tida ada masalah yang tidak bisa diselesaikan. Saya ingin tahu apa masalahnya, saya baru tau karena saya tidak ada ditempat, jika saya tau saya akan ikut memperjuangkannya," kata Said Hasyim.

Setelah beberapa jam melakukan koordinasi ke BPKAD didampingi perwakilan kepala desa dan Kapolres, namun jalan yang tempuh tetap buntu dan tidak menghasilkan solusi.

"Saya mencoba untuk berkoordinasi dengan kepala BPKAD, mana tau ada solusi yang diberikan, namun saya melihat ini bukan kelalaian pemda dan tidak ada unsur kesengajaan, namun memang transfer dari pusat tidak disalurkan dan kas saat ini memang tak ada uang, dan tidak ada niat dari Pemda untuk mengecilkan hati para kepala desa," ujar Said.

Terhadap adanya aksi menutup kantor dan menghentikan layanan operasional, mantan Sekda Kabupaten Siak itu meminta kepada kepala desa tidak berbuat senekat itu.

"Jalankan saja pemerintahan dan layani masyarakat, jika Pemda tidak bisa bayarkan, Pemda mau diapakan. Kita sudah jelaskan, saya juga tidak bisa menyalahkan siapa-siapa, jadi wajar kalau luapan kekecewaan kepala desa seperti itu dan ini akan kami laporkan ke gubernur. Namun jika masalah ini terjadi berkali-kali tentu dipertanyakan, dan kami akan introspeksi diri," ujar Said. ****