Mendikbud Nadiem Makarim: Konsep Menghafal Tak Diperlukan Lagi

Mendikbud Nadiem Makarim: Konsep Menghafal Tak Diperlukan Lagi

14 Desember 2019
Nadiem Makarim.

Nadiem Makarim.

RIAU1.COM - Konsep Menghafal nantinya tidak diperlukan lagi bagi anak anak di sekolah. 

Hal itu disampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim. 

Nadiem kembali meyakinkan bahwa kompentensi menghafal tidak diperlukan di masa depan.

 


Hal itu ia ungkapkan saat memberikan sambutan dalam diskusi yang digelar Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) di Jakarta, Jumat (13/11).

"Menurut saya tantangan masa depan dengan kerumitan yang membutuhkan beberapa kompetensi inti . Tidak ada kompetensi menghafal," kata Nadiem.

Dalam hal ini, kata Nadiem, kompetensi yang diperlukan masyarakat Indonesia saat ini diperlukan kreativitas, kemampuan bekerja sama dan berkolaborasi, berpikir dan memproses informasi secara kritis, mempertanyakan validitas informasi, pemecahan masalah dan kemampuan berempati.

Selain itu, dalam penyusunan kurikulum, BSNP harus memperhatikan pentingnya pembelajaran bagi siswa.


"Ini apa gunanya, apa yang positif bagi siswa kita di masa depan. Nah, jika diminta, tidak perlu," kata dia, seperti dilansir CNN Indonesia. 

Ia mengatakan agar guru-guru dapat menerjemahkan kurikulum tersebut menjadi rencana pelajaran yang baik. 

Hal ini dapat langsung diaplikasikan terhadap siswa yang memiliki kompetensi rendah.

Dalam acara Rapat Koordinasi Dengan Kepala Dinas Pendidikan Seluruh Indonesia di Hotel Bidakara, Nadiem mengatakan, Konsep Merdeka Belajar ini terdiri dari empat bidang atau empat bidang utama dalam pendidikan Indonesia. 

Empat hal itu soal sekolah untuk menggelar USBN, kemudian hapus  ujian Nasional 2021, Merampingkan RRP untuk para guru dan yang terkait dengan sistem zonasi.


"Karena hanya dengan kebebasan lembaga satuan pendidikan, hanya dengan kebebasan kreativitas para guru, hanya dengan hal yang dianggap pembelajaran dalam kelas bisa terjadi secara keseluruhan," kata Nadiem.


Sementara itu, Terkait Penilaian Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter yang akan mengganti Ujian Nasional (UN), Nadiem menjelaskan hal itu adalah  hak semua anak untuk mendapat pendidikan dengan baik.

"Jadi ini adalah hak. Sesuai ketentuan undang-undang hak semua anak mendapatkan pendidikan dengan dukungan yang baik," ujar Nadiem saat memberi sambutan.

Loading...

Dalam hal ini, Nadiem menganalogikan penyelenggaraan UN dengan pertanyaan-pertanyaan yang digunakan untuk menguji kemampuan siswa bak anak-anak yang dihabiskan untuk berenang di pulau. 

Penerapan itu, memfasilitasi, tak praktis karena dalam dunia nyata, anak akan langsung dihadapkan pada dunia nyata yang ia analogikan sebagai lautan. 

"Dia mengeluarkan dan mengolah 'tahu enggak gaya katak seperti apa? Tau enggak gaya bebas seperti apa? Air itu apa? Berenang itu apa?' Padahal, bisa dites yang bisa berenang atau enggak. Langsung diceburin ke dalam laut, bisa berenang atau tidak, "ungkap Nadiem.

Sebelumnya, eks bos Gojek yang membeberkan konsep Asesmen Kompetensi Minimum yang menjadi pengganti ujian Ujian Nasional (UN) pada 2021.

Konsep kemenangan pada kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi) dan kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerasi). 

Menurutnya, dua kompetensi dasar tersebut wajib diberikan oleh setiap individu.

"Topiknya cuma dua. Satu, literasi yaitu kemampuan memahami konsep bacaan, bukan bacaan. Kedua, adalah numerasi yaitu bukan kemampuan menghitung, tetapi kemampuan mengaplikasikan konsep hitungan di dalam suatu konteks yang abstrak atau yang nyata," kata Nadiem.

 
Kompetensi Minimum Asesmen  untuk Program Penilaian Pelajar Internasional (PISA) dan Tren dalam Studi Matematika dan Sains Internasional (TIMSS). 

Soal-soal dalam Asesmen Kompetensi Minimum, kata Nadiem, akan mengumpulkan informasi berdasarkan informasi, bukan membuat siswa menghafal.

R1 Hee.