Jangan Pikir Tak Ada, Ini Dia Aksi Mogok Kerja Buruh Era Hindia Belanda

Jangan Pikir Tak Ada, Ini Dia Aksi Mogok Kerja Buruh Era Hindia Belanda

7 Januari 2021
Buruh tembakau Deli, Sumatera Utara (Foto: Istimewa/Historia.id)

Buruh tembakau Deli, Sumatera Utara (Foto: Istimewa/Historia.id)

RIAU1.COM - Ketika Indonesia masih bernama Hindia Belanda, tak semua pekerja terutama para buruh menuruti semua kemauan penjajah.

Terutama ketika tejadinya kenaikan harga barang dan tidak diimbangi dengan kenaikan upah dan diperparah dengan Perang Dunia ke-I dikutip dari kumparan.com, Kamis, 7 Januari 2021.

Kondisi serba susah seperti itu membuat para buruh bergerak pada 1910 sampai 1912. Kaum buruh melakukan aksi mogok untuk menuntut kenaikan upah mereka.

Mereka beralasan, pendapatan yang rata-rata perbulan hanya f. 13 (13 Gulden) tak dapat menghidupi kebutuhan hidup. Harga beras satu pikul diketahui f. 14 (14 Gulden), sedangkan harga gula mencapai f. 16 (16 Gulden).

Mogok kerja diinisiasi oleh Sarekat Islam di Semarang yang menerapkan ideologis Marxis.

Diawali dengan menggelar rapat umum pada 10 Februari 1918 di alun-alun Semarang yang menghasilkan beberapa keputusan tertulis dalam surat serta akan disampaikan ke Gubernur Jendral Hindia Belanda.

Beberapa diantaranya seperti tuntutan penurunan harga beras perpikul menjadi f. 10 (10 Gulden), mengurangi export tebu, tembakau, teh, kopi agar kebutuhan rakyat di dalam negeri dapat terpenuhi.

Puncaknya pada 21 Januari 1922. Aksi mogok kerja dilakukan oleh pegawai pegadaian di Semarang. Sayang, aksi ini tak berlangsung lama, karena pemerintah Hindia Belanda memberi ancaman.

Salah satunya adalah pemecatan bagi mereka yang malakukan aksi mogok. Membuat para buruh mengurungkan niat melakukan aksi lebih dalam.