Ilustrasi/Detik.com
RIAU1.COM - Model bantuan sosial (bansos) saat ini dinilai tidak mendukung produktivitas rakyat Indonesia. Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pangan Zulkifli Hasan (Zulhas) ingin mengkaji model bansos yang ada saat ini.
Meski demikian, Zulhas menilai bansos tetap memiliki manfaat. Namun, bentuk bansos seperti beras dan uang menurutnya hanya berdampak untuk jangka pendek.
"Kami bukan tidak setuju bantuan sosial, tentu itu bagus. Tapi kalau bantuan sosial orang susah kasih beras, orang susah kasih uang berpuluh-puluh tahun, berpuluh-puluh tahun, saya kira itu kita mesti kaji," kata Zulhas dalam Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia (FEKDI) dan Indonesia Fintech Summit & Expo (IFSE) 2025, di JCC.
Zulhas melihat Indonesia tidak akan bisa maju tanpa peningkatan produktivitas masyarakat. Jika hanya bergantung pada bansos, rakyat tak bisa produktif dan mandiri.
"Kami meyakini negara itu akan maju, bangsa itu akan maju kalau dia produktif. Tidak mungkin bangsa itu maju kalau tidak produktif rakyatnya," ujarnya.
Selain itu, Zulhas turut menyoroti Indonesia yang tak kunjung mengalami kemajuan usai dua dekade reformasi berlalu. Hal ini membuat Indonesia tertinggal meski dengan negara kawasan lainnya.
Ia mengenang di era lama seperti a dekade 1980-an, posisi ekonomi Indonesia sempat lebih unggul dibanding China. Kala itu, RI bahkan telah memiliki sejumlah industri strategis seperti pesawat terbang, baja, dan petrokimia.
"Tahun 80-an dibanding dengan Tiongkok, GDP kita lebih tinggi. Pada waktu itu kita sudah bisa bikin pesawat terbang, kita sudah punya Krakatau Steel, kita sudah punya PT PAL, kita sudah punya petrokimia, kita punya pabrik pupuk, kita punya satelit Palapa," ujar Zulhas.
Saat itu, ekonomi Indonesia tumbuh mencapai rata-rata 7,5 persen selama bertahun-tahun. Namun saat ini, Indonesia justru tertinggal bahkan dengan Malaysia dan Thailand yang pendapat per kapitanya lebih tinggi.
"Sekarang jangankan dibanding dengan Tiongkok, apalagi Tiongkok dan Korea Selatan, dengan Malaysia saja kita sudah kalah. Malaysia sekarang income per kapita 12 ribu USD, Thailand hampir 8 ribu, kita masih 4 ribu lebih. Kenapa? Karena mereka produktif," ujarnya.*