Ilustrasi/Net
RIAU1.COM - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut sistem pembayaran quick response code Indonesian Standard (QRIS) yang dikembangkan Bank Indonesia (BI) kini semakin ditakuti oleh negara lain.
Hal itu karena pesatnya perkembangan dan jumlah pengguna QRIS. Airlangga mengungkap, hingga kini jumlah pengguna QRIS telah mencapai 56 juta, jauh melampaui pengguna kartu kredit di Indonesia yang hanya sekitar 17 juta.
“QRIS ini sudah 56 juta penggunanya. Bandingkan dengan kartu kredit, yang hanya 17 juta. Makanya QRIS mulai ditakuti,” papar Airlangga dalam acara CEO Insight di Hutan Kota by Plataran Jakarta, Selasa (4/11/2025) yang dimuat Beritasatu.com.
Menurutnya, QRIS telah berhasil menembus pasar internasional dan digunakan di berbagai negara, termasuk lima negara ASEAN, yakni Thailand, Malaysia, Singapura, Brunei, dan Filipina serta di Jepang dan Uni Emirat Arab (UEA). Ke depan, sistem pembayaran lintas negara ini juga akan diperluas ke Korea Selatan, China, dan negara lainnya.
“Berbagai negara lain sudah menggunakan QRIS, dan inilah yang dikhawatirkan oleh banyak pihak,” tambahnya.
Airlangga menjelaskan, QRIS telah menggunakan standar internasional, sehingga kompatibel dan dapat digunakan secara luas di berbagai negara. Pemerintah pun berkomitmen untuk terus memperluas jangkauannya.
Selain itu, Airlangga menyampaikan bahwa negara-negara ASEAN tengah membentuk platform sistem pembayaran regional. Salah satu inisiatifnya berasal dari Singapura, yaitu Nexus.
“Tentu kita yang memiliki platform lebih besar harus bisa semakin kuat,” tegasnya.
Berkat QRIS, RI Punya Pertumbuhan Ekonomi Digital Tercepat
Ia menilai, integrasi sistem pembayaran di kawasan ASEAN akan memperkuat posisi Indonesia dalam ekonomi digital. Dengan perluasan QRIS dan penerapan local currency settlement (LCS), Indonesia diharapkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi digital nasional sebesar 15,5%-19% pada 2045.
Airlangga menambahkan, potensi ekonomi digital di kawasan ASEAN diperkirakan mencapai US$ 2 triliun pada 2030. Indonesia diharapkan menjadi salah satu pemain utama di dalamnya dengan porsi nilai ekonomi digital sebesar US$ 600 miliar.*