Idul Adha dan Spirit Memerangi Kemiskinan

4 Juni 2025
Ilustrasi Pembagian Daging Qurban kepada Masyarakat

Ilustrasi Pembagian Daging Qurban kepada Masyarakat

Oleh: Muhammad Ainun Najib, S.Sos

(Pengamat Sosial Inhil)

RIAU1.COM - Idul Adha adalah momentum agung dalam Islam yang tidak hanya mengajarkan nilai-nilai spiritual, tetapi juga menjadi cerminan kepedulian sosial. Melalui kisah pengorbanan Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS, umat Islam diajak untuk merenungi arti ketaatan, keikhlasan, dan keberanian dalam berkorban demi kebaikan yang lebih besar.

Namun, lebih dari sekadar ibadah ritual, sebenarnya Idul Adha menyimpan pesan sosial yang kuat: semangat berbagi dan komitmen untuk melawan kemiskinan. Dalam konteks ini, qurban tidak hanya simbol ketaatan, tetapi juga sarana distribusi kekayaan serta penguatan solidaritas antar warga, khususnya bagi mereka yang hidup dalam kekurangan.

* Qurban: Simbol Pengorbanan dan Keadilan Sosial

Salah satu inti dari Idul Adha adalah pelaksanaan ibadah qurban. Islam telah mengajarkan bahwa hewan qurban dibagikan dalam tiga bagian: untuk keluarga yang berqurban, tetangga dan kerabat, serta fakir miskin (QS. Al-Hajj: 28, 36).

Ini menjadi praktik keadilan sosial yang nyata: dan di saat yang sama, umat Islam dari berbagai lapisan ekonomi duduk dalam satu lingkar solidaritas dan kebersamaan.

Data dari Kementerian Agama RI pada Tahun 2023 mencatat bahwa, jumlah hewan qurban secara nasional mencapai lebih dari 1,9 juta ekor, yang terdiri dari sapi, kambing, dan juga domba. Artinya Jutaan kilogram daging telah didistribusikan ke masyarakat yang kurang mampu, bahkan hingga pelosok desa dan daerah terpencil. Hal ini menunjukkan kekuatan besar umat dalam menyalurkan kebaikan jika dikelola dengan semangat kebersamaan dan tanggung jawab sosial.

Namun demikian, ibadah qurban hanya bersifat tahunan. Dan pada realitasnya kemiskinan berlangsung sepanjang hari dan tahun. Oleh karena itu, semangat qurban perlu diperluas menjadi gerakan pemberdayaan yang berkelanjutan.

* Kemiskinan: Masalah Sosial yang Mendesak

Badan Pusat Statistik (BPS) sampai dengan bulan Maret 2024, mencatatkan bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 25,9 juta jiwa, atau sekitar 9,3% dari total populasi. Angka ini memang menunjukkan penurunan dibanding saat pandemi, tetapi tantangannya masih besar terutama di wilayah tertinggal, termasuk kawasan pesisir, pedalaman, dan daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar).

Banyak masyarakat masih mengandalkan dan mengharapkan bantuan sosial dari pemerintah untuk memenuhi kebutuhan dasar. Meski bansos penting dalam kondisi darurat, namun tidak dapat menjadi solusi permanen.

Dalam sebuah dialog bersama pilar-pilar sosial, Menteri Sosial Syaifullah Yusuf (Gus Ipul) pernah menegaskan:

"Bansos itu sementara, berdaya selamanya".

Pernyataan ini menyiratkan bahwa masyarakat perlu dituntun keluar dari ketergantungan menuju kemandirian melalui program-program pemberdayaan.

Idul Adha, dengan semangat qurbannya, dapat menjadi bagian dari gerakan sosial ini. 

* Integrasi Program Pemerintah: DTSEN dan Pemberdayaan Tepat Sasaran

Pemerintah saat ini sedang menyusun dan memperkuat Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN), sebuah sistem data terpadu yang akan mengintegrasikan seluruh informasi sosial-ekonomi warga negara. DTSEN dirancang untuk memastikan bahwa program bansos dan pemberdayaan sosial benar-benar tepat sasaran.

Sebenarnya keberadaan DTSEN akan sangat penting, apalagi jika diperluas dalam pelaksanaan distribusi zakat, infak, sedekah, dan juga qurban. Dengan data yang valid dan mutakhir, organisasi sosial, lembaga zakat, hingga kelompok masyarakat bisa menyalurkan bantuan kepada warga yang benar-benar membutuhkan, bukan berdasarkan asumsi atau data lama yang tidak akurat.

Jika semangat qurban dan program pemerintah seperti DTSEN dapat berjalan beriringan, maka kesejahteraan masyarakat miskin akan lebih cepat terwujud, tidak hanya melalui bantuan, tetapi melalui kesempatan dan pemberdayaan.

* Menjadikan Idul Adha sebagai Titik Awal Pemberdayaan

Semangat pengorbanan yang terkandung dalam Idul Adha semestinya tak berhenti pada penyembelihan hewan. Ia harus mendorong lahirnya berbagai inisiatif sosial.

Beberapa lembaga seperti BAZNAS, Dompet Dhuafa, dan Rumah Zakat telah memulai praktik ini melalui program “Qurban Berdayakan Desa” dan “Qurban Ternak Mandiri”. Hewan qurban tidak hanya dibagikan, tetapi juga diternakkan oleh petani atau peternak kecil local memberi mereka penghasilan, ilmu, dan keberdayaan jangka panjang.

* Penutup

Idul Adha mengajarkan kita tentang ikhlas memberi, berani berkorban, dan peduli terhadap sesama. Tetapi lebih dari itu, Idul Adha adalah panggilan untuk bertindak dan mengubah empati menjadi aksi nyata dalam memerangi kemiskinan.

Dengan sinergi antara nilai-nilai spiritual dan program pembangunan nasional seperti DTSEN serta semangat untuk tidak hanya memberi bantuan tapi membangun kemandirian, kita dapat menjadikan Idul Adha sebagai titik tolak pemberdayaan sosial. Karena sejatinya, qurban tidak hanya tentang menyembelih hewan, tapi juga tentang menyembelih keegoisan dan membangun peradaban yang lebih adil dan sejahtera. (opini)