PSI Sebut Menaikkan Parliamentary Threshold Tak Terbukti Mampu Menyederhanakan Parpol

PSI Sebut Menaikkan Parliamentary Threshold Tak Terbukti Mampu Menyederhanakan Parpol

13 November 2020
Sidang paripurna DPR (Foto: Istimewa/internet)

Sidang paripurna DPR (Foto: Istimewa/internet)

RIAU1.COM - Wakil Sekjen PSI, Satia Chandra Wiguna menyebutkan upaya penyederhanaan fraksi dari segi jumlah melalui parliamentary threshold (PT) menurutnya tidak sepenuhnya berhasil.

Alasannya sudah dibuktikan di pemilu sebelumnya dikutip dari beritasatu.com, Jumat, 13 November 2020.

Salah satunya seperti yang terjadi di Pemilu 2009 dengan PT 2,5 persen dari 48 partai politik peserta pemilu menghasilkan 9 partai politik di DPR.

Sedangkan di Pemilu 2014, dengan besaran PT yang lebih tinggi yakni 3,5 persen, dari 12 partai politik justru menghasilkan 10 partai politik di parlemen.

"Lalu, pada Pemilu 2019, ketika PT naik menjadi 4 persen, partai yang masuk DPR bertambah menjadi 12. Deretan fakta ini menunjukkan bahwa upaya penyederhanaan fraksi dari segi jumlah melalui PT terbukti gagal," imbuhnya.

Tak hanya itu, sebanyak 13.594.842 suara sah dalam Pemilu 2019 terbuang dan tidak bisa dikonversi menjadi kursi anggota DPR. Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menyebut PT menjadi penyebabnya.

“Sebagai alternatif, PSI mendorong diberlakukannya Ambang Batas Fraksi. Ada syarat ketat untuk partai-partai agar bisa berkoalisi membentuk satu fraksi. Misalnya, syarat mendirikan satu fraksi adalah 100 kursi. Maka, dari 575 kursi di DPR maksimal hanya akan terdapat 5 fraksi. Ambang Batas Fraksi ini juga mencegah ada suara terbuang," terangnya.

Untuk diketahui, muncul wacana untuk menaikkan PT dari sekarang yang 4 persen.

Salah satunya pada peringatan HUT Partai Nasdem, Rabu 11 November 2020. Dimana Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh, menyatakan ingin PT dinaikkan menjadi 7 persen untuk Pemilu 2024.