
Pelabuhan Teluk Bayur zaman Belanda (foto: Istimewa/internet)
RIAU1.COM - Pelabuhan Teluk Bayur sudah dioperasikan sejak 1780an. Memasuki masa kejayaannya saat perang Napoleon pada 1818.
Namun tahukah bahwa dibalik nama besarnya, tersimpan kisah pilu yang menyatat hati dinukil dari okezone.com, Rabu, 9 September 2020.
Hal itu karena tenaga kerja yang dipekerjakan untuk membangun pelabuhan adalah para pribumi tahanan Belanda yang masa tahanannya melebihi 5 tahun.
Para tenaga kerja paksa ini bekerja sambil memakai rantai di kedua kaki dan tangannya untuk mencegah agar para tahanan ini tidak kabur.
Setiap hari ada saja nyawa yang melayang karena beratnya pekerjaan. Ditambah tidak diimbangi dengan pemberian makanan yang cukup.
Selama berpuluh tahun peristiwa pembantaian ini terus terjadi hingga akhirnya rampung pada 1893.
Teluk Bayur dibangun untuk menggantikan tugas Pelabuhan Muaro Padang yang berjarak 9 kilometer kearah utara.
Pelabuhan tersebut kerap bermasalah karena kapasitas yang kurang serta aliran sungai yang dangkal membuat Belanda memindai pelabuhan tersebut ke Teluk Bayur.
Dengan nama pertama Emmahaven, pada masanya Teluk Bayur dilengkapi dengan fasilitas memadai seperti jalur penghubung kereta api serta jalanan yang mulus.
Membuatnya memiliki julukan sebagai pelabuhan tertua kedua setelah Sunda Kelapa dan pelabuhan terbesar kedua setelah Tanjung Priok.
Bahkan pada masa itu, Pelabuhan Teluk Bayur menjadi pusat perdagangan Indonesia ke negara-negara seperti Samudra Hindia, Eropa dan Amerika.