Dampak Buruk Menyalakan Kembang Api bagi Lingkungan

28 Desember 2025
Ilustrasi/net

Ilustrasi/net

RIAU1.COM - Kembang api hampir selalu ada dalam perayaan besar, termasuk saat menyambut tahun baru.

Dentuman suara dan cahaya warna-warni di langit sering dianggap sebagai simbol kegembiraan dan kemeriahan perayaan tertentu.

Namun, di balik keindahannya, kembang api menyimpan dampak serius bagi lingkungan. Efeknya bisa jauh lebih besar dibandingkan durasi pertunjukannya, yang hanya berlangsung beberapa menit.

Baca juga: Ancol tiadakan pertunjukan kembang api di malam pergantian tahun

Cara kerja kembang api

Antara mengutip Meersens dan Earth.org, kembang api termasuk alat piroteknik yang memadukan bahan peledak dan zat pijar untuk menghasilkan cahaya, suara, dan asap.

Bahan utamanya adalah bubuk hitam atau mesiu, yang terdiri dari Batu bara (15%), Belerang (10%), dan Kalium nitrat atau sendawa (75%).

Selain itu, ditambahkan zat pengoksidasi seperti kalium perklorat sekitar 10–15% untuk memperkuat reaksi kimia.

Agar tampil lebih menarik, berbagai mineral juga dicampurkan untuk menghasilkan warna tertentu, misalnya warna merah dari stronsium, kuning dari natrium, dan hijau dari barium.

Untuk warna yang lebih beragam, biasanya kembang api mencampurkan kombinasi mineral, seperti ungu dari stronsium dan tembaga, atau oranye dari stronsium dan natrium.

Bahan lain seperti aluminium, karbon, dan mangan juga kerap ditambahkan untuk menstabilkan ledakan dan memperkuat efek visual kembang api.

Baca juga: DKI hentikan kegiatan sambut tahun baru yang nyalakan kembang api

Dampak buruk kembang api bagi lingkungan

1. Mencemari udara

Saat meledak, bahan kimia kembang api tidak langsung hilang. Zat-zat tersebut terbakar di udara dan berubah menjadi polusi berbahaya.

Ledakan kembang api melepaskan partikel halus PM2.5 dan PM10 yang bisa mengganggu pernapasan.

WHO pun mencatat partikel ini berkontribusi besar terhadap penyakit serius seperti kanker paru-paru, penyakit jantung, dan COPD. Selain itu, gas beracun seperti karbon monoksida dan nitrogen monoksida juga dilepaskan dari kembang api.

Dampaknya bisa memengaruhi suhu udara, jarak pandang, hingga meningkatkan panas yang terperangkap di atmosfer.

Salah satu contohnya terlihat saat perayaan Diwali di India, ketika ribuan ton kembang api menciptakan kabut asap beracun yang menyelimuti kota.

2. Mencemari ekosistem

Sisa ledakan kembang api meninggalkan residu kimia, termasuk perklorat, yang mencemari tanah dan air.

Zat ini bersifat persisten, mudah diserap tanaman, dan berbahaya bagi makhluk air seperti ikan.

Studi USGS dan National Park Service di Mount Rushmore, AS, menemukan kadar perklorat tinggi di tanah dan perairan sekitar lokasi pesta kembang api.

Selain itu, kembang api juga berkontribusi pada kontaminasi mikroplastik di perairan, pembentukan hujan asam akibat gas nitrogen oksida dan sulfur dioksida, serta perubahan kesuburan tanah dan meningkatnya keasaman air.

Bahkan, sulfur dioksida juga bisa merusak daun dan menghambat pertumbuhan tanaman.

Baca juga: Beberapa mal di Jakarta tiadakan pesta kembang api di malam tahun baru

3. Risiko kebakaran

Kembang api juga berisiko memicu kebakaran, terutama di daerah kering atau rawan kebakaran hutan. Percikan api kecil saja bisa memicu kebakaran besar yang menghancurkan habitat satwa.

Contohnya terjadi di Utah, AS, pada 4 Juli 2021, ketika pesta kembang api menyebabkan kebakaran hebat hingga ratusan keluarga harus dievakuasi.

Ditambah, perubahan iklim yang membuat cuaca semakin panas juga turut memperparah risiko kembang api ini.

4. Membahayakan hewan

Menurut Humane Society of the United States, suara keras kembang api dapat mengganggu hewan. Sangat memungkinkan banyak hewan yang mengalami stres, ketakutan, tersesat, meninggalkan tempat tinggalnya, hingga bisa celaka di jalan.

Bahkan, beberapa penelitian menunjukkan bahwa angsa migran dapat terbang jauh meninggalkan tempat istirahatnya saat tahun baru dan tidak kembali.

Selan itu, ribuan burung bisa terbang panik hingga ketinggian 500 meter akibat suara ledakan kembang api.

Pendengaran hewan yang lebih sensitif membuat mereka rentan mengalami gangguan perilaku, termasuk saat berkembang biak dan mencari makan.

Contohnya pada Tahun Baru 2021 di Roma, ratusan burung ditemukan mati dan OIPA (Organisasi Internasional Perlindungan Hewan) menyakini hal itu disebabkan suara petasan.

Selain itu, sisa selongsong kembang api dan logam berat juga dapat tertelan hewan saat mencari makan. Hal ini pun berisiko menyebabkan keracunan pada hewan.*