
Uang Sitaan Korupsi
RIAU1.COM - Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali menyita uang tunai senilai Rp 1.374.892.735.527,46 (Rp 1,3 triliun) di kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO).
Direktur Penuntutan Jampidsus Kejagung, Sutikno menjelaskan alasan penyidik memamerkan uang yang bertumpuk saat konferensi pers di Kejagung, Jakarta Selatan pada Rabu, 2 Juli 2025.
Uang tersebut kemudian dipamerkan sebagai bentuk transparansi kepada publik.
Dari sini, Sutikno berharap, masyarakat juga terus memberikan dukungan kepada Kejaksaan dalam memberantas korupsi.
"Di saat uang enggak kita tunjukkin ke masyarakat bilang, perkara yang ditangani gede tapi enggak ada isinya. Jadi kita tampilin duit seperti ini. Ini harapan kami supaya masyarakat tetap mendukung kami dengan caranya sendiri. Supaya apa? Ya indikasi-indikasi korupsi bisa digerus karena masyarakat bisa tahu," kata Sutikno yang dimuat Rmol.id.
Lanjut dia, uang itu disita dari terdakwa korporasi dalam kasus CPO yakni Musim Mas Group dan Permata Hijau Group.
Total terdakwa korporasi dari kedua grup itu ada 12 perusahaan. Terdiri dari 7 perusahaan dari Grup Musim Mas dan 5 perusahaan dari Grup Permata Hijau.
Adapun, Kasus ini berawal ketika Kejagung menjerat mantan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indra Sari Wisnu Wardhana beserta mantan Tim Asistensi Menko Bidang Ekonomi, Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei dan sejumlah pihak lainnya sebagai tersangka.
Para tersangka, diduga melakukan korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO. Pengadilan pun sudah menjatuhkan vonis bersalah kepada kelimanya.
Seiring berjalannya waktu, Kejagung menemukan dugaan keterlibatan satu korporasi lagi, yakni Wilmar Group.
Fakta baru mencuat saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut para terdakwa agar membayar sejumlah denda dan uang pengganti.
Dalam sidang putusannya, ketiga grup korporasi tersebut dinyatakan bersalah. Namun hakim menilai bukan suatu tindakan pidana dan berakhir vonis lepas atau onslag.
Setelah vonis lepas itu, Kejagung pun mengendus adanya dugaan suap di balik putusan tersebut, sehingga pada akhirnya menetapkan delapan tersangka yakni, pemberi suap, dua pengacara Ariyanto Bakri dan Marcella Santoso serta pihak legal Wilmar Group, Muhammad Syafei.
Lalu lima orang penerima suap, seorang hakim Muhammad Arif Nuryanta, Wahyu Gunawan (mantan Panitera Muda PN Jakpus) serta majelis hakim yang menyidangkan korporasi terdakwa CPO: Djuyamto, Agam Syarif, dan Ali Muhtarom.*