Korban BJB Pekanbaru Apresiasi Kinerja Penyidik Polda Riau, Namun Mengaku Kecewa dengan Ini

Korban BJB Pekanbaru Apresiasi Kinerja Penyidik Polda Riau, Namun Mengaku Kecewa dengan Ini

30 Juni 2021
Arif Budiman dan Kuasa hukumnya Alfian SH/Khairul Amri

Arif Budiman dan Kuasa hukumnya Alfian SH/Khairul Amri

RIAU1.COM -Terungkapnya kasus dugaan pengelapan dana nasabah oleh Manager dan Teller Bank Jabar Banten (BJB), mengungkap fakta baru bahwa kerugian nasabah atau korban Arif Budiman mencapai Rp 28 Miliar, sebelumnya Polda Riau menyatakan kerugian hanya Rp 3,2 Miliar.

Polda Riau menetapkan dua tersangka dalam kasus pembobolan rekening nasabah Bank Jabar Banten (BJB) Cabang Pekanbaru. Keduanya adalah mantan Manager Bisnis Komersial BJB cabang Pekanbaru inisial IOG (34) dan TDC selaku petugas teller. Polisi hanya menahan IOG. Sementara TDC tidak ditahan dengan alasan perbuatannya dilakukan karena perintah IOG.

Pelapor kasus tersebut, Arif Budiman menyampaikan protes. Meski demikian, dia mengapresiasi kinerja Polda Riau yang menangani kasus tersebut. Korban membandingkan kasus tersebut dengan mantan anggota DPR Angelina Sondakh. "Dulu ada kasus Angelina Sondakh, nah dia ditahan saat masih punya bayi," ujar Arif didampingi kuasa hukumnya Alfian SH, Pekanbaru, Selasa (29/6).

Arif berpendapat, TDC yang kini masih aktif sebagai teller di BJP Pekanbaru akan berimbas negatif terhadap marwah bank tersebut. Dia khawatir ada nasabah lain yang bakal menjadi korban. "Khawatirnya nasabah lain akan berimbas. Karena kasus ini diduga secara berjemaah, masih ada petinggi BJB lain yang terlibat," ucap Arif.

Apalagi, kata Arif, kerugian yang dialaminya karena kejahatan perbankan ini mencapai puluhan miliar rupiah. Sebab Arif mengaku punya tanggungan kredit miliaran di BJB itu karena perbuatan IOG dan TDC.

Menurut Arif, transaksi atas namanya ada 56 kali, baik melalui cek ataupun rekening giro. Setiap pencairan ada pemalsuan tanda tangannya oleh TDC atas perintah IOG.

Dalam perjalanannya, setiap transaksi yang mengatasnamakan dirinya, nilainya ratusan juta rupiah. Dia mengklaim pencairan itu tanpa sepengetahuannya dan terbongkar pada tahun 2018. Dia menjadi nasabah prioritas pada tahun 2014. "Dulu saya sudah minta bukti transaksi ke BJB tapi tidak pernah dikasih. Bahkan saya sudah mengadu ke OJK tapi belum ada jawaban," terang Arif dilansir Merdeka.com.

Dia mengatakan, pihak BJB mau menyerahkan data transaksi namun dengan syarat laporan di Polda Riau dan gugatan perdata yang dilakukannya agar dicabut. Lalu jika Arif memenuhi permintaan itu, BJB bersedia membayar Rp3 miliar kerugian. "Jadi ada surat pernyataan dari BJB tapi saya tidak mau karena kerugiannya perhitungan saya pribadi ada Rp28 miliar, itu berdasarkan catatan pencairan di perusahaan," beber Arif.

Meski demikian, Arif sempat menempuh penyelesaian kasus ini secara kekeluargaan. Dia ingin ada audit khusus di BJB terkait pencairan yang dilakukan oleh dua tersangka. Namun Arif membantah punya hubungan dekat dengan IOG yang saat itu menjabat manager di BJB. Khususnya terkait cek perusahaan dan rekening giro yang dipegang oleh IOG. "Kalau pencairan ratusan juta, pasti pihak bank konfirmasi ke nasabah. Tapi saya tidak pernah diberitahu soal itu," ucap Arif.

Arif berharap Polda Riau mengusut tuntas kasus ini. Dia menduga masih ada petinggi di BJB yang bekerja sama dengan IOG dan TDC sehingga rekeningnya dibobol dalam jumlah besar. "Kemudian saya minta kepada BJB untuk memberikan hak saya, salah satunya bukti transaksi atas nama saya yang tanda tangannya dipalsukan," pungkas Arif.