Jemaah Haji di Tanah Suci/Antara
RIAU1.COM - Ketua Umum Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Kedokteran Haji Indonesia (Perdokhi), dr Syarief Hasan Lutfie mengungkapkan tingginya angka kematian jamaah haji Indonesia.
Berdasarkan laporan otoritas Arab Saudi, Indonesia masih menjadi penyumbang sekitar 50 persen angka kematian jamaah dunia. Kondisi ini disebut harus menjadi alarm serius bagi seluruh pemangku kepentingan.
“Bahwa Indonesia 50 persen adalah penyumbang kontribusi kematian terbesar dari jamaah dunia. Maka aspek preventif harus diperkuat,” ujar Syarief kepada Republika.co.id, Selasa (18/11/2025).
Menurutnya, persoalan ini bukan hanya soal penyakit bawaan jamaah, tetapi juga lemahnya kemampuan fisik serta belum optimalnya asesmen istithaah.
Karena itu, Perdokhi mendorong digitalisasi sistem penilaian kesehatan jamaah melalui inovasi terbaru mereka.
Sebagai respons atas tingginya risiko kematian jamaah, Perdokhi akan memperkenalkan Smart Ring, sebuah perangkat kesehatan yang memantau kondisi fisik jamaah secara real-time.
Peluncuran ini akan dilakukan dalam peringatan HUT Satu Dekade Perdokhi pada 22-23 November 2025 di Aston Sentul Lake Resort & Conference Center, Bogor.
Cincin pintar ini dapat mengukur aktivitas harian, VO2max, ketahanan jantung dan paru, kadar gula, kelelahan, hingga detak jantung.
Data tersebut terkoneksi langsung ke aplikasi ponsel, sehingga jamaah dan dokter pendamping dapat melihat potensi risiko lebih dini.
“Dengan Smart Ring, jamaah bisa tahu apakah dia mampu berjalan jauh, apakah fisiknya siap, atau ada risiko berbahaya. Ada warning yang bisa terbaca,” ucap Syarief.
Lebih jauh, perangkat ini juga dilengkapi fitur keagamaan berupa pengingat zikir, shalat malam, serta notifikasi saat jamaah mengalami kecemasan.
Syarief menegaskan bahwa langkah ini sejalan dengan digitalisasi pelayanan haji yang saat ini tengah digencarkan Arab Saudi melalui e-Hajj. Indonesia, kata dia, wajib menyesuaikan diri agar asesmen kesehatan jamaah lebih objektif, terukur, dan terintegrasi.
“Arab Saudi sudah masuk era digital dalam program layanannya. Maka asesmen dokter Indonesia juga harus mengikuti. Smart Ring menjadi bagian dari penyesuaian itu,” jelasnya.
Selain inovasi perangkat, Perdokhi juga menyiapkan model fungsional kesehatan haji untuk menilai kemampuan mobilisasi, komunikasi, dan kemandirian jamaah.
Model ini menekankan bahwa istithaah bukan sekadar kondisi penyakit, tetapi kesiapan fisik dan performa dalam ibadah.
“Jamaah harus siap bukan hanya secara medis, melainkan juga secara fungsional. Ini membantu mereka menjalani ibadah tanpa membahayakan diri,” katanya.
Perdokhi juga tengah memperkuat jejaring Klinik Terpadu Kesehatan Haji dan Umroh (KTKHU) di berbagai daerah, bekerja sama dengan rumah sakit vertikal, klinik-klinik haji, hingga penjajakan kemitraan dengan Kimia Farma.
Upaya ini untuk memastikan jamaah benar-benar memenuhi syarat istithaah sebelum berangkat, terutama terkait 11 penyakit larangan yang dapat membuat jamaah dipulangkan setibanya di Arab Saudi.
“Kami tidak ingin ada jamaah yang sudah berangkat tapi harus dipulangkan karena masuk kategori penyakit yang tidak diperbolehkan,” jelasnya.
Pada acara 22 November nanti, Perdokhi akan menghadirkan pembicara dari Malaysia, Arab Saudi, mantan Direktur WHO Asia, dan Direktur SEAMEO.
Mereka akan membahas asesmen fungsional berbasis standar WHO untuk memprediksi kemampuan fisik jamaah. Acara HUT Satu Dekade ini juga akan dihadiri Menteri Haji dan Umrah RI M Irfan Yusuf dan Wakilnya Dahnil Anzar Simanjuntak.*