Penjarahan Bukan Rampasan Perang, Hukumnya Haram

1 September 2025
Penjarahan rumah Ahmad Sahroni

Penjarahan rumah Ahmad Sahroni

RIAU1.COM - Cendekiawan Muslim Nahdlatul Ulama (NU), Prof Nadirsyah Hosen yang akrab disapa Gus Nadir memberikan nasihat terkait penjarahan. Hal ini dia sampaikan dalam tulisan yang diunggah di akun facebooknya, Ahad (31/8/2025). Republika telah mendapat izin dari Gus Nadir untuk mengutip tulisannya itu.

Gus Nadir memahami kemarahan rakyat atas arogansi sejumlah pejabat negara. Namun properti, kata Gus Nadir, harta dan penjarahan yang dilakukan sebagian pihak itu tidak dapat dibenarkan dalam kacamata hukum Islam.

"Sebagian dari mereka di medsos beralasan ini adalah harta fa’i atau ghanimah perampasan perang, sehingga dibenarkan. Ini jelas ngawur," ujar Gus Nadir.

Gus Nadir menjelaskan, harta musuh yang masuk ke tangan kaum Muslimin tanpa peperangan, misalnya karena musuh menyerah, lari meninggalkan harta, atau melalui perjanjian damai, itu disebut fa’i. Tapi harta fa’i tidak dibagikan ke tentara, melainkan masuk baitul mal. Distribusinya untuk kepentingan umum bukan pribadi.

Sementara, ghanimah hanya berlaku dalam perang syar‘i melawan musuh dan dibagikan oleh otoritas yang sah. Jarahan dari sesama warga itu bukan perampasan perang.

Sabda Nabi ‘larangan dari nahbah’: nahbah adalah mengambil harta secara terang-terangan tanpa izin. Hukumnya haram berdasarkan ijma‘ kaum Muslimin.”

Ibn ‘Abd al-Barr berkata: “Nahbah menurut seluruh ulama tidak boleh, baik sedikit maupun banyak.” Imam al-Nawawī berkata: “Mereka sepakat bahwa nahbah termasuk dosa besar.”

Jadi jelas, lanjut Gus Nadir,  barang siapa mengambil harta orang lain pada masa kekacauan atau kerusuhan, maka ia wajib mengembalikannya melalui pihak yang berwenang.

Marah dan berunjuk rasa dengan pejabat boleh, tapi merusak dan menjarah properti dan harta mereka di luar aturan hukum itu jelas tindakan kriminal. "Jangan yah kawan-kawan. Jangan diteruskan. Jangan dinormalisasi. Mari kembalikan harta yang dijarah itu. Gak berkah," ujar Gus Nadir.

Seperti diketahui, terjadi aksi penjarahan oleh massa pada akhir pekan lalu. Mereka menyasar ke rumah-rumah pejabat DPR maupun kabinet. Di antaranya yaitu rumah Sahroni, Eko Patrio, Nafa Urbach, hingga Sri Mulyani.

Pemerintah telah menginstruksikan agar aparat menindak tegas para penjarah itu. Selain menjarah, massa juga merusak sejumlah fasilitas publik lainnya. 

Aksi massa yang awalnya terfokus di Jakarta juga merembet ke daerah lain. Di antaranya di Bandung, Bekasi, Makassar, Surabaya, Solo, Bali, dll.

Awal mula aksi massa ini dipicu oleh rasa kekecewaan terhadap para pejabat. Di mana, mereka dinilai tidak peka terhadap penderitaan rakyat. Kemudian, juga terkait kasus penabrakan oleh mobil aparat yang membuat salah seorang driver ojol meninggal dunia.*