Wamenhaj Pastikan tidak Ada Haji Mandiri

23 November 2025
Ilustrasi/net

Ilustrasi/net

RIAU1.COM - Wakil Menteri Haji dan Umrah Republik Indonesia (Wamenhaj RI) Dahnil Anzar Simanjuntak menegaskan, tidak ada konsep haji mandiri dalam aturan baru terkait penyelenggaraan ibadah haji. Penegasan tersebut disampaikan seiring ramainya isu mengenai “visa mandiri” muncul setelah Undang-Undang Haji yang baru membuka ruang adanya visa yang tidak melalui jalur kuota resmi pemerintah.

Dahnil memastikan, istilah itu tidak boleh disalahartikan sebagai haji tanpa campur tangan negara.“Haji itu pada prinsipnya nggak ada yang mandiri,” ujar Dahnil saat ditemui seusai acara Perhimpunan Kedokteran Haji Indonesia (Perdokhi) di Sentul, Bogor, Sabtu (22/11/2025) yang dimuat Republika.

Dahnil mengakui bahwa memang ada kuota yang tidak berasal dari kuota resmi pemerintah, seperti kuota visa Mujamalah dan Furoda.  Menurut Dahnil, kuota non-resmi yang dimaksud adalah visa mujamalah, yakni visa khusus yang dikeluarkan oleh pemerintah Arab Saudi kepada pihak-pihak tertentu di luar kuota nasional. Visa tersebut biasanya merupakan undangan resmi, sering dikenal sebagai “undangan raja”.

“Itu biasanya mujamalah. Itu dikeluarkan oleh Pemerintah Saudi Arabia khusus kepada masyarakat tertentu. Jadi jangan dibayangkan mereka mengurus sendiri visa-nya,”kata dia.

Dahnil menegaskan, seluruh anggota jamaah yang berangkat, baik melalui kuota reguler maupun mujamalah, tetap berada di bawah perlindungan negara. “Jadi itu diskresi dari pemerintah Saudi Arabia. Perlindungannya tetap negara, negara menanggung itu, nggak ada haji mandiri itu,”kata dia.

Berdasarkan Undang-Undang Haji dan Umrah yang baru, visa haji nonkuota bisa dilakukan oleh jamaah secara mandiri. Namun, Juru Bicara Kementerian Haji dan Umrah (Kemenhaj) Ichsan Marsha menjelaskan yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (UU PIHU) tersebut adalah visa haji furoda atau mujamalah yang diberikan langsung oleh Kerajaan Arab Saudi.

“Visa haji nonkuota yang dimaksud ini kaitannya dengan visa furoda atau mujamalah,” ujar Ichsan saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (7/11/2025).

Menurut Ichsan, dalam Pasal 18 ayat 1 disebutkan bahwa visa haji Indonesia terdiri atas visa haji kuota dan visa haji nonkuota. Dalam ayat 2 dijelaskan, warga negara Indonesia yang mendapatkan visa haji nonkuota wajib berangkat melalui Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) atau melaporkan visa dan paket layanan kepada menteri.

Kemudian pada ayat 3 diatur bahwa PIHK yang memberangkatkan warga negara Indonesia menggunakan visa haji nonkuota sebagaimana dimaksud pada ayat 2 wajib membuat perjanjian tertulis dengan jamaah dan melapor kepada menteri.

“Ketentuan lebih lanjut mengenai visa haji nonkuota sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dan ayat 3 diatur dalam peraturan menteri,” demikian kutipan dari Pasal 18 ayat 4.*