Hanya Satu Periode, Airlangga Hartarto Tak Bisa Calonkan Diri Lagi sebagai Ketum Partai Golkar

Hanya Satu Periode, Airlangga Hartarto Tak Bisa Calonkan Diri Lagi sebagai Ketum Partai Golkar

22 Juni 2019
Yorrys Raweyai. Foto: Kumparan.com.

Yorrys Raweyai. Foto: Kumparan.com.

RIAU1.COM -Politikus senior partai Golkar, Yorrys Raweyay tak mendukung langkah Ketua Umum (Ketum) Partai Golkar, Airlangga Hartarto maju kembali pada Musyawarah Nasional (Munas) Golkar mendatang. Sebab di dalam tradisi Golkar, ketua umum hanya menjabat selama satu periode.

Hal itu karena Golkar merupakan partai kader. Sehingga, pergantian pemimpin harus terus dilakukan. Ia pun menceritakan perlawanannya ketika Aburizal Bakrie mau mencalonkan kembali menjadi ketua umum partai Golkar untuk kedua kalinya.

"Kenapa saya lakukan perlawanan ke Aburizal ketika dia mau mencalonkan diri lagi untuk kedua kali? Saya bilang enggak bisa itu melanggar tradisi. Sampai saya dulu pake istilah HMI itu cuma dua tahun. Enggak boleh dua kali," kata Yorrys dikutip dari Kumparan.com, Sabtu (22/6/2019).

Setelah era reformasi, pergantian ketua umum partai Golkar selalu berjalan setiap periode. Terkait adanya suara desakan Munaslub Golkar dalam waktu dekat, ia menyebut calon-calon yang harus berkontestasi harus yang belum pernah menjadi Ketum Golkar.

Dengan begitu, ia pun menolak apabila nantinya Airlangga Hartarto yang saat ini merupakan Ketum Golkar mencalonkan kembali menduduki kursi nomor satu di partai beringin itu.

"Oh enggak bisa. HMI aja cuma dua tahun, organisasi kader, masa partai begini dia ingin kuasai. Ini partai terbuka, jadi dia (Airlangga) enggak boleh dua kali. Kalo ada yang bercita-cita untuk mau dua kali saya akan berdiri paling depan untuk melawannya," ungkapnya.

Sementara Guru Besar Ilmu Politik Universitas Pertahanan, Profesor Salim Sahid, membenarkan bahwa dalam sejarahnya pascareformasi, tak ada Ketum Golkar yang menjabat dua kali.

"Ya itulah Golkar dari dulu seperti itu saya pernah menulis mengenai kesalahan ARB yang berusaha bertahan jadi ketua lagi. Saya katakan tradisi Golkar itu tidak ada ketua yang mendudukin jabatan itu dua kali. Kembali kita harus urut itu dari sejarah Golkar," ungkapnya di kesempatan yang sama.

Golkar sebenarnya dibentuk oleh Soeharto sebagai bentuk legitimasi kepemimpinan dia sebagai Presiden. Agar tak terlihat otoriter dan tak demokratis.

Golkar juga, kata dia, sudah bertahan dan selalu masuk dalam tiga besar selama pemilu berlangsung, siapapun ketua umumnya. Hal itu menunjukan bahwa infrastruktur partai berlambang beringin memang sudah kuat, meski kepemimpinan terus berganti.

Sehingga, siapapun yang menepati posisi Ketum, tak akan berpengaruh banyak. Sebab, Golkar bukan partai seperti PDIP dan Demokrat yang mengedepankan sosok seperti Megawati atau SBY.

"Kalo enggak belajar sejarah ini, orang gampang terkejut. Tradisi Golkar, ketua itu enggak penting amat," pungkasnya.