Sejarah Dibalik Tersudutnya Belanda Dalam Politik Internasional

30 Desember 2020
Konferensi Meja Bundar (Foto: Istimewa/internet)

Konferensi Meja Bundar (Foto: Istimewa/internet)

RIAU1.COM - Meskipun sudah berlalu, perayaan Natal bagi umat Kristen di seluruh dunia masih menjadi ibadah yang berharga. Terutama bagi para perwakilan negara di Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).

Pernah terjadi dalam sejarah, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) membatalkan cuti Natal hanya karena demi Indonesia dikutip dari tirto.id, Rabu, 30 Desember 2020.

Pembatalan cuti itu agar terjadi persidangan pembahasaan keberlangsungan negara Indonesia ketika Belanda melakukan Agresi Militer II pada 18 Desember 1948.

Dalam sehari saja, Belanda berhasil menduduki ibu kota Republik Indonesia, Yogyakarta, dan menangkap para pemimpin Republik seperti Sukarno, Hatta, Agus Salim, serta seluruh jajaran kabinet yang berada di tempat.

Serangan ini membuat DK PBB pada 28 Januari 1949 mengeluarkan sebuah resolusi menuntut penghentian aksi provokasi dan pembebasan Soekarno beserta jajaran kabinetnya.

DK PBB menganggap tindakan Belanda telah mengabaikan upaya memelihara perdamaian dunia pasca-Perang Dunia II.

Guna menghindari konflik yang semakin memanas, Komisi Tiga Negara yang beranggotakan Amerika Serikat, Belgia, dan Australia dibentuk.

Lembaga ini berperan sebagai perantara internasional yang mengawal jalannya upaya damai di Indonesia.

Setelah Agresi Militer II, badan ini diperkuat dalam wadah bernama United Nations Comission for Indonesia (UNCI).

Sementara di dalam negeri, militer Indonesia melakukan serangan balik terhadap Belandan pada 1 Maret 1949 di Yogyakarta.

Serangan ini menandakan bahwa Republik Indonesia masih ada. Solidaritas dunia tertuju kepada Indonesia sehingga Belanda berada di posisi tersudut.

Membuat Belanda terpaksa berkompromi dengan Indonesia melalui penandatanganan Perjanjian Roem-Roijen pada 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta yang berisi kesepakatan untuk mengembalikan pimpinan Republik ke Yogyakarta dan mengadakan gencatan senjata.

Perjanjian ini lalu menjadi titik balik dalam konflik diplomatik Indonesia dengan Belanda.

Pemerintahan kembali ke tangan Republik Indonesia ke Yogyakarta pada 6 Juli 1949. Setelah itu upaya penyelesaian konflik Indonesia-Belanda dapat berlanjut dan berujung pada Konferensi Meja Bundar (KMB).