DPRD Kepri Minta SPAM Batam Dibubarkan

DPRD Kepri Minta SPAM Batam Dibubarkan

23 Januari 2023
Ilustrasi/net

Ilustrasi/net

RIAU1.COM - Sudah tiga hari penyaluran air bersia di Kota batam Kepulauan Riau mati total. Daerah yang terimbas meliputi beberapa wilayah di Kecamatan Batam Kota dan juga Nongsa.

Hal tersebut membuat marah Anggota DPRD Provinsi Kepri, Uba Ingan Sigalingging berang pada konsorsium pengelolaan air bersih. 

Ia menilai SPAM Batam di bawah Badan Pengusahaan (BP) Batam sudah melanggar aturan sesuai di PP No 122 Tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum.

"Jelas di situ tertulis bahwa SPAM bertanggungjawab, tak hanya soal kualitas tapi juga distribusi dan menjamin hak rakyat atas kebutuhan air minum," ujar Uba, Senin (23/1) seperti dimuat Batamnews.

BP Batam pun dia anggap gagal total karena pelayanan tak sesuai PP 122/2015 terkait kontinuitas dan distribusi terhadap kebutuhan air bersih bagi rakyat.

Sebab itu, Uba meminta agar SPAM Batam untuk dibubarkan. Pemerintah dalam hal ini Wali Kota sekaligus Kepala BP Batam, Muhammad Rudi dan juga Gubernur Kepri, Ansar Ahmad agar bisa menyelesaikan masalah tersebut. 

"Kalau begini kondisinya, bubarkan saja SPAM Batam," katanya.

Uba geram dengan pelayanan yang diberikan oleh SPAM Batam ke masyarakat. Banyak kesempatan diberikan untuk berbenah, namun faktanya sampai saat ini distribusi dan kualitas air tetap buruk.

"Sampai saat ini, bukan saja waiting list daftar tunggu yang banyak dan tak mampu dipenuhi, tapi yang sudah ada saja mereka tak mampu memberikan pelayanan yang baik," ujarnya.

Namun keberadaan SPAM Batam gagal, dan harus ada langkah-langkah yang dilakukan pemerintah daerah. 

Untuk itu, harus ada inisiatif dari Rudi dan Ansar untuk menghadap ke pemerintah pusat. Sebab kalau mengacu kepada aturan, SPAM adalah produk pemerintah pusat. 

"Ini tidak bisa dianggap sebagai sesuatu yang ditunda, karena air itu kebutuhan dasar. Harus ada langkah-langkah konkret," ujar Uba.

Sebenarnya, Batam sudah matang pengalaman dalam pengelolaan air bersih. Pengelola saat ini bisa belajar dari kekurangan pengelola konsesi sebelumnya untuk dievaluasi dan disempurnakan.

Harusnya, lanjut dia, itu menjadi dasar untuk pengelolaan yang lebih baik. Akan tetapi, buktinya hingga kini jauh lebih buruk.

Mau tidak mau, harus ada langkah dari pemerintah daerah dan jangan ada pembiaran. Kata Uba, SPAM telah diberikan mandat oleh pemerintah, tapi tidak melaksanakan itu. 

Kita tidak bisa mentolerir karena ini menyangkut kebutuhan dasar masyarakat. Kemana masyarakat ingin melapor ini? Bagaimana respons mereka terhadap pelaporan? Tidak ada jawaban dan respons dari mereka. Ini saya lihat tidak ada keseriusan dan terang-terangan mengorbankan rakyat," ujarnya.*