Menangani Pandemi dengan Information & Communication Technology (ICT), belajar dari Korea Selatan

Menangani Pandemi dengan Information & Communication Technology (ICT), belajar dari Korea Selatan

13 Desember 2021
Chairunisa Hakim

Chairunisa Hakim

RIAU1.COM -oleh Chairunisa Hakim

*Mahasiswi Pascasarjana Ilmu Politik, FISIP UI

 

Penularan COVID-19 yang bertambahs ecara eksponensial membutuhkan intervensi yang sangat strategis. Sistem investigasi epidemiologi berbasis pemanfaatan ICT menjadi sebuah keharusan di era 4.0 untuk melambatkan kecepatan angka penularan virus. Melihat potensi ICT tersebut, pemerintah Indonesia membuat beberapa inovasi guna mendukung penanggulangan pandemi, salah satunya dengan aplikasi PeduliLindungi yang berfungsi untuk melacak lokasi seseorang. Pemerintah pusat juga memiliki Local Dashboard, situs yang digunakan untuk memaksimalkan penanganan dan system informasi terkait dengan pandemic pada situs Bersatu Lawan COVID-19 yang dikeluarkan oleh Tim Pakar Satgas Penanganan COVID-19.  

Pemerintah juga terus berusaha melahirkan inovasi berbasis pemanfaatan ICT selama masa pandemic dengan memproduksi alat-alat kesehatan seperti ventilator buatan dalam negeri, APD INA United & APD Serat Nano Alami Skala Lab, Robot Dekontaminasi, Robot RAISA TIARA, smart springe pump, doctor representative robot, Rapid Diagnostic Test, PCR Diagnostic Testbuatandalam negeri, sertaGeNose.

 

Belajar dari MERS-Cov 2015

Korea Selatan belajar banyak dari wabah MERS yang melanda pada tahun 2015.  Akibat kerugian yang dialami saat itu, Korea Selatan berupaya membangun system pencegahan penyebaran wabah yang real-time dan efisien. Sistem berbasiskan data yang memanfaatkan ICT ini dipakai pula untuk menanggulangi COVID-19. Kolaborasi sector publik dan swasta membangun system berbasis ICT yang bermanfaat untuk penanggulangan COVID-19. Selain itu ada pula Epidemiological Investigation Support  System, sebuah platform data resmi untuk melacak dan menganalisis kasus COVID-19 yang sudahdiimplementasikan26 Maret 2020 atas kerja sama Kementerian Agraria, Infrastruktur &Transportasi, Kementerian Ilmu Pengetahuan & Teknologi, Pusat Penanggulangan & Pencegahan Penyakit, Kepolisian Nasional, Credit Finance Association, 3 perusahaan penyedia layanan komunikasi, serta 22 perusahaan kartu kredit.

Kolaborasi antar sector dilakukan secara maksimal dengan tujuan agar pertukaran informasi dapat melacak pergerakan pasien dan orang-orang yang memiliki kontak dengannya secara efektif dan real-time.

KT bekerja sama dengan pemerintah Korea Selatan merancang Global EpidemicPrevention Platform sejak November 2016. KT memperkenalkan GEPP internasional dengan berpartisipasi dalam World Economic Forum (WEF) yang diadakan di Davos, Swiss pada tahun 2018. GEPP peran penting dalam "Kelompok Kerja Inovasi dan Komunikasi Data" ERA (EpidemicReadinessAccelerator) yang diluncurkan oleh WEF 2019, GEPP dipublikasikanWHO dan PBB memberikan apresiasi terhadap GEPP atas kontribus pada kesehatan melalui teknologi seluler .KT melakukan upaya perluasan GEPP sejak tahun 2017, dengan fokus Ghana, Kenya, Laos, negara-negara di Afrika dan Asia yang penting akan tetapi rentan terhadap penyebaran penyakit menular

  • wabah MERS pada tahun 2015telahmembentuk konsensus sosial tentang pentingnya pengumpulan dan penggunaan data pribadiuntukmengatasi penyakit menular, sehinggapengumpulan informasi pribadi pasien yang terinfeksi jadi memungkinkan. Menurut perjanjian saat ini, petugas KCDC dan petugas pemerintah daerah yang bertugas melacak kontak akan menerima izin akses yang diperlukan, namun lembaga pemerintah lainnya tidakmempunyai akses ke platform. Platform ini dioperasikan pada jaringan tertutup untuk melindungi sistem dari peretasanserta mengadopsi firewall ganda. Penyalahgunaan informasi pribadi dapat dicegah oleh sebab semua aktivitas pengguna berada di bawah pengawasan ketat. Data informasipribadi di dalam platform hanya digunakan sementarawaktudan semua data pribadi yang disimpan akan dihapus ketika operasi penanggulangan resmi terhadap wabah berakhir. Selama pengoperasian, platform terus dipantau oleh ahli keamanan komputer dan sistem keamanan agar perlindungan data terus diperbarui.


Tantangan ICT Indonesia: JaminanPerlindungan Data Pribadi

Kejadian kebocoran data bermunculan ketika pandemic. Disebutkan terjadi kebocoran 1.3 juta data pribadi pengguna electronic health alert card(eHAC) sehingga data pribadi pengguna bias diakses secara terbuka. Namun Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan, Anas Mas'ruf,memberikan pernyataan bahwa data masyarakat yang ada di sistemeHAC, tidak bocor. Terjadi pula kebocoran data BPJS Kesehatan pada Mei 2021, data sejumlah pesertaBPJS ditemukan ada di Raid Forums dan diperjualbelikan seharga 0,15 Bitcoin. Ketika diwawancara pihak Tempo,BPJS belum bias memastikan apakah kebocoran tersebut berasal dari mereka atau bukan, karena penelusuran digital forensic masih berjalan dan memakan waktu.Kemudian terdapat pula penjualan 2juta data nasabah BRI Life dengan harga 7.000 USD. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri, BrigadirJenderal Rusdi Hartono, mengungkapkan penindakan tersebut membutuhkan aduan dari pihak yang dirugikan.

Kasuskebocoran data jugadatang dar ie-commerce Cermati.com, Lazada, serta Tokopedia. Beredar data pelanggan Cermati.com dan Lazada di situs Raidforums pada akhirtahun 2020. Di dalamnya, ada data yang diperjualbelikandariCermati.com sebanyak 2,9 juta pengguna. Cermati.com berupaya dengan melakukan investigasi dan menghapus akses yang illegal untuk memastikan data pengguna tetap terjaga. Lazada mengalami kebocoran sebanyak 1,1 juta data. Pihak Lazada mengatakan bahwa kejadian yang berhubungan dengan keamanan data di Singapura itu, sehingga melibatkan database khusus Redmart yang didaftarkan penyedia layanan pihak ketiga. Kemudian sebanyak 91 juta data pengguna dan lebihdari 7 juta data merchant Tokopedia dilaporkan dijual di situs gelap, dengan harga 5.000 USD. Pihak Tokopedi mengakui adanya upaya pencurian data pengguna. Staf Ahli Menteri Kementerian Komunikasi dan Informatika, Henri Subiakto, mengatakan bahwa pemerintah dan DPR berencana segera membahas lagi rancangan undang-undang perlindungan data pribadi.

Terlepas dari segala polemik Indonesia terkait data, informasi, teknologi dan komunikasi, pandemi COVID-19 ini menyadarkan seluruh warga Indonesia betapa rapuhnya system kesehatan nasional. Besarnya kerugian yang mesti ditanggung akibat pandemic semestinya menjadi pelajaran untuk Indonesia agar melakukan perencanaan dan persiapan atas kemungkinan pandemi yang akan terjadi di masa depan. Dari Koera Selatan kitabelajarbahwa ICT dapat berperan penting pada penanggulangan wabah. Sistem berbasis ICT tak hanya mengenai perangkat, namun juga dibutuhkan persiapan yang matang di bidang teknologi, informasi, serta sumber daya manusia. Prioritas harus ditekankan pada persiapan jangka panjang dengan kolaborasi antar sektor dan pihak dengan dukungan sistem hukum. Hal ini diperlukan agar pemanfaatan ICT yang berbasis data bias tetap menjamin data pribadi setiap masyarakat Indonesia. (*)