Ilustrasi/freepik
RIAU1.COM - Media sosial telah menjadi sarana penting yang memungkinkan individu untuk berinteraksi secara mudah tanpa batasan waktu, jarak, lokasi, atau biaya tambahan. Keberadaan teknologi ini tidak lagi hanya sekadar alat komunikasi, tetapi telah berkembang menjadi kebutuhan dasar dalam kehidupan masyarakat modern.
Menurut data dari We Are Social, pada tahun 2023 terdapat lebih dari 190 juta pengguna internet di Indonesia, dan 80% di antaranya aktif menggunakan media sosial.
Hal ini menunjukkan seberapa besar pengaruh media sosial dalam kehidupan sehari-hari. Dengan segala kemudahan yang ditawarkan, media sosial memberikan dampak yang signifikan, baik positif maupun negatif, terhadap dinamika sosial dan budaya.
Pengaruh media sosial meresap ke berbagai aspek kehidupan, menjadi bagian tak terpisahkan dari ekosistem media massa. Dampaknya terlihat jelas dalam perubahan norma, kebiasaan, dan sikap masyarakat yang mengalami pergeseran akibat kemajuan teknologi. Pola-pola lama perlahan tergantikan oleh perilaku baru yang lebih selaras dengan era digital.
Namun, pertumbuhan pesat teknologi, khususnya di bidang media sosial, juga menuntut perhatian yang lebih besar. Tanpa pengelolaan yang bijak, masyarakat berisiko terjebak dalam dampak negatifnya, seperti disinformasi, cyberbullying, dan ketergantungan digital.
Menurut Pew Research Center, sekitar 64% pengguna internet mengaku pernah terpapar informasi palsu di media sosial.
Media sosial membuat budaya baru yang tidak ada sebelumnya atau dianggap tidak biasa. Sebagai contoh, budaya cancel culture: Tekanan sosial di media "menghapus" individu yang dianggap melakukan kesalahan, terutama figur publik. Ini mengubah cara masyarakat memaafkan dan menilai kesalahan.
Sebagai contoh, kasus Kevin Hart yang terpaksa mundur dari posisi host Oscar 2019 setelah komentar lama yang dianggap homofobik terungkap kembali di media sosial.
Media sosial juga bisa mendukung dan memperkuat nilai-nilai yang sudah ada, seperti solidaritas atau kerja sama. Contohnya adalah gerakan online untuk amal atau kesadaran sosial. Kampanye seperti #SaveEarth atau penggalangan dana daring melalui platform seperti GoFundMe telah memperkuat nilai kebersamaan dan tanggung jawab terhadap lingkungan.
Di sisi lain, kebiasaan di media sosial juga dapat merusak beberapa nilai sosial, seperti menurunkan privasi dan etika berbicara. Berbagi terlalu banyak hal pribadi di media sosial sering kali merusak privasi, baik milik sendiri maupun orang lain.
Menurut survei dari NortonLifeLock, 60% orang dewasa mengaku merasa khawatir tentang kehilangan privasi mereka di dunia maya.
Memudahkan Akses Informasi dan Komunikasi
Media sosial memungkinkan komunikasi yang mudah dan tanpa batas, baik dalam hal waktu, jarak, atau lokasi. Melalui platform seperti Facebook, Instagram, dan WhatsApp, individu dapat terhubung secara instan tanpa memerlukan pertemuan langsung.
Media sosial juga mempermudah penyebaran informasi secara cepat dan luas. Misalnya, di awal pandemi COVID-19, media sosial menjadi sumber utama informasi tentang langkah-langkah pencegahan dan vaksinasi.
Dampak Media Sosial terhadap Nilai Sosial dan Perubahan Norma
Media sosial tidak hanya memengaruhi cara kita berinteraksi, tetapi juga berdampak besar pada nilai-nilai dasar seperti kejujuran, solidaritas, dan kesopanan dalam kehidupan sosial. Sebagai platform yang memungkinkan pertukaran informasi secara instan dan tanpa batas, media sosial sering kali mempercepat penyebaran informasi, baik yang benar maupun yang salah.
Kejujuran menjadi semakin sulit dipertahankan dalam lingkungan yang penuh dengan informasi yang belum terverifikasi, sementara solidaritas bisa terganggu oleh polarisasi opini yang ditimbulkan oleh algoritma media sosial yang menampilkan hanya pandangan yang sejalan dengan preferensi pengguna.
Media sosial juga telah mengubah cara individu memandang privasi, dari yang sebelumnya bersifat tertutup menjadi lebih terbuka untuk konsumsi publik. Kehadiran platform seperti Instagram, Facebook, dan Twitter mendorong banyak orang untuk membagikan momen pribadi, seperti kegiatan sehari-hari, hubungan keluarga, atau pandangan pribadi, demi mendapatkan validasi sosial berupa "likes" atau komentar.
Pengaruh Viralitas dan Tren
Media sosial memiliki kekuatan besar dalam mempengaruhi perilaku sosial melalui viralitas dan tren yang muncul secara cepat. Hal ini memungkinkan perilaku yang sebelumnya dianggap tabu atau tidak biasa untuk diterima secara luas dan normal.
Misalnya, tantangan (challenges) atau tren viral di platform seperti TikTok atau Instagram dapat dengan mudah menjadi populer dan diikuti oleh jutaan orang. Tren semacam ini sering kali mengubah persepsi masyarakat terhadap norma sosial, seperti cara berpakaian, gaya hidup, atau bahkan pandangan politik.
Dalam beberapa kasus, perilaku yang awalnya dianggap tidak pantas atau kontroversial, seperti prank atau eksperimen sosial yang ekstrem, bisa tiba-tiba menjadi normal atau diterima jika cukup banyak orang yang mengikuti tren tersebut.
Viralitas media sosial menunjukkan betapa kuatnya pengaruh tren dalam membentuk perilaku individu dan masyarakat secara keseluruhan, bahkan mengubah apa yang dulunya dianggap sebagai perilaku tabu menjadi norma sosial yang diterima.
Media sosial memiliki dampak besar dalam mengubah nilai dan norma sosial, baik positif maupun negatif. media sosial mempengaruhi secara signifikan cara orang berinteraksi, berpikir, dan bertindak dalam masyarakat.
Dampak media sosial terhadap perubahan norma dan nilai budaya memang dibahas, baik dari sisi positif seperti mempercepat komunikasi dan mempromosikan budaya lokal, maupun negatif, seperti potensi penyebaran disinformasi dan pergeseran nilai-nilai tradisional.
Pentingnya kesadaran kritis dan penggunaan media sosial yang bijak untuk menjaga harmoni nilai dalam masyarakat. Hal ini juga menyarankan pentingnya kesadaran dan literasi digital dalam menghadapi dampak media sosial.
Masyarakat diminta untuk menggunakan media sosial dengan bijak, mengelola informasi secara cermat, serta mempertahankan dialog konstruktif dalam ruang maya untuk menjaga keseimbangan sosial dan nilai-nilai budaya.
Oleh: Azzahra Dwi Nurhasanah
Mahasiswi